Jumat, 16 Desember 2011

Tutorial Lighting

Fotografi berarti "menggambar dengan cahaya". Dan itu artinya bahwa esensi dari fotografi adalah memahami faktor pencahayaan dan efeknya pada foto yang dihasilkan. Keseimbangan antara highlight dan shadow merupakan salah satu efek yang timbul dari pengaturan pencahayaan.
Secara prinsip, terdapat 2 cara pencahayaan pada fotografi:
(1) Available lighting (ambient)
adalah pemotretan dengan memanfaatkan cahaya yang tersedia, baik natural light maupun room light,
 


(2) Artificial lighting
adalah pemotretan dengan menggunakan sumber cahaya yang sengaja ditambahkan seperti penggunaan flash, strobist, studio light, dan alat-alat pendukung lainnya.

Saya baru saja menemukan sebuah situs menarik yang memberikan penjelasan mengenai tips & teknik lighting ini, silakan klik:
Tutorial Lighting Photography
Selamat belajar & praktek :-)

Minggu, 11 Desember 2011

Menentukan Shutter Speed

Pemilihan shutter speed akan menentukan hasil & efek yang muncul pada foto. Beberapaefek yang dapat muncul dari pemilihan shutter speed di antaranya:

(1) Freezing
Adalah efek yang menyebabkan obyek bergerak tampak tajam dan seakan-akan "membeku" dalam foto. Efek ini diperoleh dengan menggunakan shutter speed tinggi pada obyek yang bergerak, misalnya pada foto burung berikut ini:


(foto dari http://aaronwarias.wordpress.com/
Efek ini juga bisa digunakan untuk foto olahraga atau foto anak seperti foto berikut:

Untuk melakukan freezing, shutter speed harus diset cukup tinggi agar dapat mengimbangi atau melampaui kecepatan gerak obyek. Shutter speed yang disarankan biasanya 1/500 s atau lebih cepat.

(2)  Panning
Adalah efek yang menyebabkan obyek tampak jelas dengan latar belakang blur. Foto ini diperoleh dengan menggunakan shutter speed sedang sampai lambat (1/100 s atau lebih lambat) dan menggerakkan kamera searah dengan gerakan obyek.
Contoh foto sebagai berikut:




(3) Motion blur
Adalah efek yang timbul karena gerakan ebagian obyek dalam foto. Efek ini diperoleh dengan menggunakan shutter speed sedang sampai lambat (1/100 s atau lebih lambat) dan mengunci fokus pada satu obyek diam.
Contoh fotonya sebagai berikut:


(4) Trace of light
Adalah efek yang ditimbulkan akibat penggunaan shutter speed lambat (1 s atau lebih lambat) sehingga meninggalkan jejak gerakan cahaya pada foto. Contohnya seperti pada foto berikut:

Kreativitas footografer akan dapat menghasilkan lebih banyak lagi efek-efek menarik dari pemilihan shutter speed.

ketepatan pemilihan shutterspeed juga akan mempengaruhi ketajaman gambar. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan shutter speed di antaranya:
(1) Gerakan obyek
Shutter speed harus dapat mengimbangi atau melebihi kecepatan gerak obyek agar diperoleh foto obyek yang tajam
(2) Jarak fokus lensa
Untuk menjamin ketajaman gambar, sebaiknya digunakan shutter speed minimal 1.5x jarak fokus lensa. Jadi jika menggunakan lensa 50 mm, sebaiknya gunakan shutter speed lebih cepat daripada 1/75 s. Lensa 300 mm sebaiknya menggunakan shutter speed 1/450 s atau lebih cepat ,,, dan seterusnya
(3) Batas kestabilan pribadi
Setiap fotografer sebaiknya mengenali seberapa stabil pegangannya pada kamera. Dengan lensa standar 50 mm, beberapa fotografer dapat memperoleh foto yg tajam pada speed 1/30 s. Jika menggunakan kecepatan lebih lambat dari itu, sebaiknya gunakan alat bantu seperti monopod atau tripod.

Silakan dipraktekkan :-)







Sabtu, 01 Oktober 2011

Sunset - Capturing the Golden Moment

Suasana menjelang matahari terbenam dengan nuansa jingga dan langit yang berwarna-warni selalu menarik untuk diabadikan. Akan tetapi cukup banyak rekan yang mengeluhkan kesulitan dalam menangkap momen tersebut.

Untuk membantu rekan-rekan, saya menulis 4 tips yang dapat dipraktekkan untuk mengabadikan sunset. Setting yang benar-benar pas untuk setiap kesempatan mungkin berbeda, jadi Anda harus temukan sendiri, tetapi saya harap tahap-tahap untuk menentukannya bisa membantu Anda.

SUNSET 01 - Menemukan setting yang tepat


Pada foto yang pertama ini, sasarannya adalah menangkap nuansa jingga yang muncul menjelang matahari terbenam. Yang perlu dilakukan adalah menentukan setting speed & aperture yang tepat. Untuk memperoleh perkiraan setting, saya pakai:


  • mode A, f/16, ISO 100, metering SPOT.
  • metering pada titik terang di bawah matahari
  • review gambar yang diperoleh
  • pindahkan mode dari A ke M dan lakukan penyesuaian speed

Pada setting seperti ini, biasanya diperoleh matahari bulat jingga dengan obyek di latar depan berupa siluet.

SUNSET 02 - Siluet di Latar Depan
Setelah memperoleh setting yang terbaik untuk mengabdikan matahari yang sedang terbenam, pertahankan setting tersebut dengan menggunakan mode M. Setelah itu, carilah obyek yang menarik di latar depan sehingga foto tampil lebih menarik. Misalkan pada foto bangau berikut ini


SUNSET 03 - Menggunakan Fill In Flash

Jika ingin menampilkan obyek di latar depan, harus ada cahaya tambahan untuk mengimbangi cahaya yang kuat di latar belakang. Penggunaan flash menjadi solusi alternatif agar obyek di latar depan muncul.
Yang perlu diperhatikan adalah maximum sync speed (shutter speed tertinggi yang bisa dicapai saat flash menyala). Ini akan menjadi salah satu pembatasan pada setting dan harus dikompensasi dengan pengaturan ISO atau aperture.
Contoh hasilnya saya bandingkan 2 foto berikut:

Pada foto atas, flash tidak digunakan sehingga teman saya hanya muncul sebagai siluet. Dengan menggunakan flash pada mode M dan diset slow sync, diperoleh hasil sebagaimana foto sebelah bawah.

SUNSET 04 - HDR
Jika ingin menampilkan banyak obyek di latar depan pada daerah yang luas, HDR menjadi alternatif untuk memuunculkan lebih banyak warna. Untuk melakukan ini, shutter harus dipasang ke mode BRACKETING dengan step +-0.5 atau +-0.7
Sebaiknya gunakan tripod dan timer agar pada saat pemotretan kamera tidak bergerak. Selanjutnya 3 foto yang diperoleh digabungkan dengan software HDR atau bisa juga dengan Photoshop
Hasilnya kira-kira seperti ini:


walau bagaimana pun, diperlukan banyak praktek & eksperimen untuk memperoleh hasil terbaik. Silakan mencoba.

Selasa, 20 September 2011

Fill-In Flash - Tetap Penting di Siang Hari

Beberapa rekan berpikir bahwa "flash tidak diperlukan untuk foto outdoor siang hari"
Contoh yang berikut ini akan menunjukkan manfaat penggunaan flash pada foto outdoor di siang hari.

Kiri: tanpa flash --- kanan: fill in flash (on)


Latar belakang yang sebagian adalah langit yang masih terang menyebabkan metering dengan mode "Multi Segment" atau "Centre Weighted" dan menghasilkan foto subyek dengan wajah yang gelap seperti dalam foto sebelah kiri. Sebaliknya metering dengan mode "Spot" akan menghasilkan wajah yang cukup terang dengan latar belakang yang pudar akibat over exposure.
Foto sebelah kanan dimbil dengan memaksa Flash menyala dengan teknik fill-in (flash diset pada kondisi On). Flash internal kamera sudah cukup untuk melakukan ini pada jarak subyek maksimal 2,5 meter. Jika jarak subyek lebih dari itu, sebaiknya gunakan flash external.

Jumat, 22 Juli 2011

Teknik - Metering

kamera-kamera digital saat ini memiliki beberapa macam mode metering. Namun ternyata banyak yang belum memahami, apa efek yang dihasilkan dari perbedaan mode metering tersebut. Atau bahkan lebih parah lagi, belum mengetahui apa fungsi dan makna dari metering.

Metering adalah  fungsi yang dimiliki kamera digital untuk menentukan exposure setting berdasarkan intensitas cahaya yang sampai ke sensor. Pada dasarnya ada 3 besaran yang menentukan dalam exposure settung, yaitu:
  1. Shutter speed
  2. Aperture
  3. ISO
Setting mana yang disetel oleh kamera ditentukan oleh exposure mode yang dipilih oleh fotografer. Misalnya:
  1. Mode AUTO: semua setting ditentukan oleh kamera
  2. Mode Program (P): ISO ditentukan oleh fotografer, kamera menghitung shutter speed & aperture
  3. Mode Speed Priority (S atau Tv): ISO & shutter speed ditentukan fotografer, kamera menentukan lebar aperture
  4. Mode Aperture Priority (A atau Av): ISO & bukaan aperture ditentukan oleh fotografer, kamera menentukan shutter speed
  5. Mode Manual (M): semua setting telah dilakukan oleh fotografer, metering kamera hanya memberikan notifikasi saja namuntidak akan mengubah setting apapun.
 Pemilihan mode metering akan memperngaruhi hasil setting yang dilakukan oleh kamera. Pada kondisi pemotretan dengan cahaya yang merata dan obyek yang full colour, pemilihan mode metering tidak memberikan perbedaan hasil yang signifikan. Akan tetapi pada obyek yang kontras, permilihan mode yang tepat akan memberi hasil yang berbeda. Paling tidak ada 3 mode metering yang umum ditemui, yaitu:
  1. Multi segment: pada mode ini, kamera melakukan exposure setting berdasarkan intensitas cahaya rata-ratadari seluruh bagian frame (95-100% area frame). Mode multi segment ini mirip dengan mode matrix dan average.
  2. Centre weighted: pada mode ini, kamera melakukan exposure setting berdasarkan intensitas cahaya yang datang dari sebagian besar frame dengan memberi bobot lebih besar pada intensitas cahaya di bagian tengah (50-75% area frame). Mode ini disebut juga partial metering.
  3. Spot pada mode ini, kamera hanya memperhitungkan intensitas cahaya yang datang dari bagian tengah frame (5-15% area frame)

Untuk jelasnya, berikut ini adalah gambaran area yang diperhitungkan dalam metering.
  1. Kotak merah adalah batas area yang diperhatikan dalam mode multi segment ' matrix / average
  2. Kotak biru adalah batas area yang diperhitungkan dalam mode Centre Weighted
  3. Kotak jingga (oranye) di tengah adalah batas area yang diperhitungkan dalam mode Spot

Agar lebih jelas, saya aplikasikan area di atas pada obyek dan latar belakang yang kontras. Pada pemotretan ini saya menggunakan mode Aperture Priority (A) dengan ISO 800 dan f/5.6 sehingga perbedaan hasil metering akan tampak pada shutter speed.

1. Obyek GELAP dengan latar belakang TERANG

Pada obyek di atas, mode Spot akan mengukur area dengan warna hitam. Karena itu kamera akan menaikkan exposure sehingga diperoleh shutter speed 1/2 s. Akibatnya, latar belakang yang terang menjadi over exposure dengan hasil seperti ini:
Jika mode metering diubah ke Centre weighted, sebagian besar area dalam kotak biru adalah warna gelap, akan tetapi kamera memperhitungkan juga warna terang di latar belakang, sehingga shutter speed naik menjadi 1/5 s

Pada saat menggunakan mode Multi Segment, seluruh luasan latar belakang ikut diperhitungkan, sehingga diperoleh shutter speed yang lebih cepat lagi, yaitu 1/8 s dengan hasil sebagai berikut:
Perubahan setting shutter speed tersebut menunjukkan perbedaan detil yang jelas di latar belakang dan pada tutup lensa. Semakin luas area yang diperhitungkan, semakin cepat shutter speed yang dipilih.
Efek yang berlawanan muncul pada obyek terang pada latar belakang gelap.


2. Obyek TERANG dengan latar belakang GELAP
Pemotretan dengan mode Spot menghasilkan pengukuran pada bidang yang dominan putih, sehingga diperoleh shutter speed  1/6 s
Dengan mode Centre Weighted, sebagian besar area berwarna gelap, akan tetapi obyek di tengah yang berwarna terang mendapat porsi perhitungan lebih besar, sehingga shutter speed hanya turun sedikit menjadi 1/4 s.

Pada saat menggunakan mode Multi Segment, kamera menangkap banyak area gelap, akibatnya shutter speed jadi lambat, diperoleh hasil 1/2 s yang menyebabkan sedikit over esposed seperti berikut:
Mode mana yang Anda pilih bergantung pada seberapa luas & seberapa banyak detil yang hendak ditampilkan.serta seberapa jauh kontras antara obyek dengan latar belakangnya.

Sabtu, 21 Mei 2011

Perspektif dan Komposisi

Catatan ini dibuat setelah memperhatikan 2 buah foto yang diambil pada kesempatan yang sama dengan obyek yang juga sama. Foto tersebut adalah:
1. Foto oleh Irfan A.Tachrir:

2. Foto jepretanku sendiri:
Saat saya melihat foto yang diupload kang Irfan di halaman facebook-nya, saya enasaran karena foto itu tampak lebih menarik daripada foto yang saya punya. Awalnya, perbedaan yang paling jelas adalah pada tonal warnanya. Karena penasaran, saya mencoba mengolah sedikit foto yang saya punya agar lebih mendekati tonal warna pada foto Kang Irfan. hasilnya seperti ini:
Dengan tonal yang berdekatan, tampak jelas adanya perbedaan lain yaitu perbedaan komposisi yang dihasilkan dari perbedaan perspektif. Kag Irfan mengambil foto tersebut dari posisi berdiri (lebih tinggi dari model), sehingga lengkungan rel kereta tampak utuh tak terputus dan membentuk frame di sekitar model. Sedangkan saya mengambil foto tersebut dari posisi jongkok, sejajr dengan model yang mengakibatkan terputusnya lengkungan rel kereta karena tertutup oleh badan model.
Kesimpulan: foto Kang Irfan tampil lebih menarik bukan saja karena pilihan tonal warnanya, tetapi karena berhasil menempatkan elemen-elemen dalam foto untuk tampil saling mendukung. Jadi dalam setiap kesempatan pemotretan, eksplorasi berbagai macam angle agar diperoleh hasil yang maksimal.


Sabtu, 30 April 2011

Recovery Tools - Alat untuk Menyelamatkan File Berharga Anda.

Tiga hari lalu ada kejadian yang cukup memusingkan. Awalnya, partisi di portable harddisk bermasalah, Bagian yang berisi software aplikasi kadang terbaca kadang tidak. Setelah partisi diperbaiki, bagian yang berisi file foto & video gantian error. Walaupun terdeteksi, tetapi semua file hilang tak berbekas, harddisk kosong seperti habis diformat. Bagian yang berisi file foto & video itu kapasitasnya 52 GB dan sudah terisi sekitar 43 GB, tetapi saat dilihat drive property-nya, tampak bahwa baru 69 MB yang terisi file dan itupun tidak kelihatan filenya.

Sudah dicoba dilihat kembali dengan File Explorer, Show Hidden File tidak berhasil. Search Hidden File gagal. Mengubah atribut file lewat command prompt pun tidak memberikan efek. Norton Commander juga sama saja. Konsultasi dengan teman-teman, disarankan untuk menggunakan aplikasi Recovery Tools. Sebetulnya ada banyak aplikasi untuk recovery file ini, tetapi yang sempat aku coba adalah:
  • Easy Recovery
  • Getback Files 
Sayangnya kedua aplikasi  tersebut cuma berhasil "menemukan" sekitar 29.000 files tetapi tidak berhasil menyajikannya kembali. Entah ada kesalahan di mana. Alhamdulillah, dari hasil browsing sambil menunggu proses scanning berlangsung (perlu 4-6 jam untuk scanning 52 GB) aku dapat aplikasi Testdisk Photorec yang bisa didownload gratis dari http://www.cgsecurity.org

Aplikasi dengan tampilan sederhana ini akan memunculkan command prompt dengan cursor yang berkedip-kedip dan angka yang menunjukkan sejauh mana proses berjalan. Hasil yang diperoleh, aku bisa dapatkan lagi lebih dari 23.000 file foto, video, dan dokumen text yang sebelumnya tak terlihat. Jumlahnya memang hanya sekitar 80%dari file yang "ditemukan" oleh 2 aplikasi sebe;lumnya, namun file yang diperoleh bisa tersimpan dengan baik.

File-file yang bisa di-recover tersebut tidak berada dalam folder sebagaimana file orisinalnya. Aplikasi Photorec akan menempatkan setiap 500 files berbagai tipe dalam 1 recovery folder. Artinya, dengan 23.xxx files, saya punya 44 folder yang harus dicek satu persatu untuk mengetahui apa isi di dalamnya dan mengklasifikasikannya kembali

Jika kebetulan Anda mengalami masalah yang sama sebaiknya:
1. Jangan mengubah isi atau memformat ulang harddisk sebelum recovery dilakukan
 2. Simpan file yang bisa di-recover di tempat yang berbeda dengan asalnya supaya bisa dilakukan proses dengan aplikasi lain jika aplikasi pertama gagal me-recover.
3. Pastikan proses recovery berjalan sampai selesai / tidak terputus tiba-tiba di tengah proses
Artinya, jika Anda menggunakan laptop, colokkan power ke listrik. Atau jika Anda menggunakan PC, sebaiknya pakai UPS.

Selasa, 12 April 2011

Unsur Gerak Dalam Foto

Hari Minggu, 10 April 2011, saya menghabiskan waktu di lokasi wisata Bukit Naang, Bangkinang, kabupaten kampar. Tempat ini merupakan bumi perkemahan dan tempat outbound dengan flying fox tertinggi di Sumatera. Selain permainan flying fox dari ketinggian 30 meter, ada pula permainan tree top bridge yang mengajak pengunjung merasakan kehidupan Tarzan dengan berjalan dari pohon ke pohon pada ketinggian 5 - 8 meter.

Tujuan berkunjung ke sini adalah untuk melakukan test pada lensa Minolta 75-300 mm.Secara umum, kesimpulannya lensa ini cukup tajam, respon bagus, tapi rentan terhadap fringe.

Hal lain yang cukup menarik untuk sharing adalah bagaimana unsur gerak bisa membuat foto menjadi lebih menarik & "berbicara". Ini diawali ketika saya memotret seorang gadis yang melakukan ayunan ala Tarzan. Ini fotonya:
Setting yang dipakai saat itu adalah:
  • Mode A (aperture priority)
  • ISO 200
  • f/5.6
  • Shutter speed 1/320 s
  • Autofocus mode: AF-C (continuous)
Walaupun hasilnya cukup tajam, tapi foto itu tidak memuaskan saya karena obyek terlihat hanya sekedar menggantung dan tidak bergerak. Maka selanjutnya saya coba untuk menggerakkan kamera sesuai dengan gerakan obyek. Teknik ini biasanya dikenal dengan istilah panning. Hasilnya seperti ini:
Sudah lebih menarik, tapi masih kurang dramatis. Kelihatannya 1/320 s masih terlalu cepat, jadi saya pindahkan modenya dari aperture Priority ke Shutter speed priority (mode S). Kecepatan diturunkan, dipatok di 1/60 s. Dengan metering Centre Weighted, bukaan aperture dapat f/9 atau f/10. Kamera saya gerakaan mengikuti arah gerak obyek. Hasilnya seperti ini:

 Lebih menarik kan?
Setting yang digunakan:

  • Mode S (shutterspeed priority)
  • ISO 200
  • Shutter speed 1/60 s
  • f/9.0
  • Autofocus mode: AF-C (continuous)
Jadi, untuk memotret obyek yang bergerak belum tentu harus menggunakan speed tinggi. Speed rendah bisa menghasilkan efek yang lebih menarik ... :-D

Rabu, 02 Maret 2011

"Lensa apa ya berikutnya?"

Pertanyaan di atas disampaikan oleh beberapa teman yang sudah memiliki kamera + lensa kit dan menginginkan lensa tambahan yang lebih memenuhi seleranya. Mereka menanyakan, lensa apa yang sebaiknya dibeli dan biasanya saya balik bertanya:
"Apa yang mau difoto?" atau
"Apa kekurangan yang paling terasa dari lensa kit?" atau
"Lensa seperti apa yang diinginkan?"
dan sejenisnya.

Memilih lensa menurut saya adalah preferensi pribadi, salah satu bentuk manifestasi kepribadian dan kesenangan dalam fotografi. Lensa yang cocok untuk satu orang belum tentu sesuai untuk yang lain. Misalnya ada teman yang menyarankan memakai Tamron 17-50 mm sebagai pengganti lensa kit karena lebih tajam. Tapi saya gak terlalu peduli dengan ketajaman ekstra, yang saya perlukan adalah lensa dengan tele yang cukup jauh, maka saya kemudian membeli Tamron 18-200 mm yang "katanya" tidak tajam, lelet, berat, dsb.

Namun demikian, kita bisa saja mengelompokkan lensa-lensa itu dalam beberapa kelas:
  1. Standard zoom lens merupakan lensa vario dengan jarak fokus yang dapat diubah-ubah dan bukaan maksimal aperture berubah sesuai dengan jarak fokusnya. Lensa ini cocok untuk berbagai keperluan dokumentasi pribadi. Lensa kit 18-55 mm, 18-70 mm, 28-80 mm dan sejenisnya termasuk jenis lensa ini. Karena kualitasnya seadanya, banyak yang menghendaki alternatif yang lebih baik. Misalnya:  untuk zoom range yang lebih luas bisa dipilih 18-105 mm, 28-135 mm, 28-200 mm, dst. Untuk ketajaman lebih biasanya digunakan Tamron 17-50 mm atau Carl Zeiss 16-80 mm
  2. Prime lens memiliki jarak fokus yang tetap sehingga kualitas dan ketajamannya sangat baik.Akan tetapi  fotografer harus banyak berjalan kaki untuk menyesuaikan komposisi dan proporsi foto. Lensa jenis ini di antaranya 50 mm f/1.8. Alternatifnya, misalnya 50 mm f/1.4, 50 mm f/1.2, 85 mm f/3.5, 135 mm f/4, dst.
  3. Wide lens adalah lensa dengan jarak fokus pendek sehingga diperoleh ruang pandang (FOV - Field Of View) yang lebih luas. Lensa yang termasuk jenis ini, di antaranya 10-22 mm, 11-18, dll. Pegembangan lain adalah ke lensa fishye, misalnya Samyang 8 mm.
  4. Fast lens adalah lensa dengan bukaan lebar. Lensa-lensa ini memiliki angka aperture f/2.8, f/2, f/1.8 atau lebih kecil. Keuntungannya, dengan aperture lebar, maka dapat diperoleh shutter speed yang lebih tinggi. Itulah sebabnya lensa ini memperoleh sebutan fast lens. Efek samping dari bukaan yang lebar adalah lens blur atau bokeh karena DoF (Depth of Field) yang sempit.
  5. Macro lens adalah lensa yang memiliki konstruksi khusus sehingga memungkinkan untuk memotret obyek dari jarak dekat (50 cm atau kurang). Lensa macro yang sesungguhnya memiliki kemampuan pembesaran 1:1, adapun spesifikasi yang banyak dipakai adalah 100 mm f/2.8 Macro, 50 mm f/2.8 macro, dst. Namun demikian, produsen lensa 3rd party seperti Sigma, Tamron, dan Tokina mengembangkan lensa vario dengan kemampuan makro 1:4, !:5 atau !:7, seperti misalnya Tamron 18-200 Di II LD Aspherical Macro yang memiliki jarak obyek minimum 45 cm dengan perbesaran 1:4
  6. Super tele lens adalah lensa-lensa dengan jarak fokus di atas 180 mm, misalnya 100-400 mm, 170-500 mm, dst. Lensa-lensa jenis ini cocok untuk pemotretan olahraga, alam liar, pengamatan burung, dan obyek-obyek lain yang tidak memungkinkan fotografer mendekati obyek secara langsung.

Selain dari jarak fokus dan aperture, perlu diperhatikan juga fitur tambahan pada lensa yang akan memberikan kemudahan (dengan harga yang sesuai), di antaranya:
  1. Motor lensa kualitas tinggi yang lebih responsif, sehingga menjamin ketajaman obyek yang bergerak. Lensa jenis ini biasanya memiliki kode khusus yang berbeda dari setiap pabrikan, misalnya SSM (Super Sonic Motor), HSM (High Speed Motor), DX, SAM, dsb 
  2. Image stabilizer merupakan fitur yang berguna untuk meredam guncangan pada pemotretan dengan speed rendah. Fitur ini juga memiliki kode yang berbeda-beda, misalnya IS (Image Stabilizer) pada canon, VR (Vibration Reduction) pada Nikon, SSS (Super Steady Shoot) pada Sony, dsb.
  3. Coating (bahan kimia pelapis optik lensa) merupakan faktor penting karena respon sensor digital terhadap cahaya berbeda dengan reaksi pada film. Permasalahan pada coating dapat menimbulkan flare, chromatic aberration (CA), ghosting, dsb. Lensa-lensa digital biasanya memiliki beberapa lapisan sehingga diberi tanda MC (multi coating) yang secara umum memiliki performa lebih baik dibandingkan lensa lama yang masih single coating.
  4. Aspherical merupakan konstruksi lensa yang mengandung elemen lensa aspheric dan berfungsi untuk mengurangi pembiasan spherical aberration yang disebabkan oleh bentuk lensa yang cembung.
  5. Low Dispersion adalah elemen optis yang minim dispersi (penyebaran) cahaya, sehingga intensitas cahaya yang sampai pada sensor menjadi lebih tinggi dan detil yang diperoleh lebih banyak. 
 Beberapa tulisan yang lalu tentang lensa mungkin bisa memberikan tambahan informasi:
Memilih Lensa untuk Anda
Memilih Lensa Sesuai Keperluan
Lensa Manual
Zoom Lens
Fast Lens
Prime Lens

Semoga bisa memberi pedoman untuk memilih lensa berikutnya :-)

Minggu, 20 Februari 2011

Stage Photography

Hari senin, 14 Februari 2011, saya berkesempatan menyaksikan penampilan live  permainan biola Idris sardi di Ballroom Hotel basko, Padang. Saat itu saya hanya membawa lensa all round Tamron 18-200 mm f/3.5-6.3 yang sebetulnya kurang cocok untuk  stage photography atau foto panggung. Pemotretan seperti ini memiliki tingkat kesulitan tersendiri, antara lain karena
  • Cahaya yang tidak merata
  • Penyanyi, penari, atau pemain yang selalu bergerak
  • Jarak yang jauh antara fotografer dan panggung
  • Waktu yang terbatas

Idealnya, untuk melakukan pemotretan seperti ini digunakan:lensa dengan jarak fokus cukup panjang (135 mm atau lebih) dan aperture lebar (f/2.8, f/2 atau lebih besar lagi). Fitur image stabilizer dan sejenisnya akan sangat membantu.

Beberapa hal yang perlu dilakukan jika hendak melakukan pemotretan penampilan di panggung:
  1. Datang lebih awal, tujuannya untuk melakukan survei lokasi & memperoleh tempat terbaik untuk memotret. selama pertunjukan, mungkin Anda tidak dapat berpindah tempat karena penuh, jadi pastikan untuk memproleh tempat terbaik sejak awal.
  2. Sedekat mungkin dengan panggung, tujuannya agar pemotretan tidak terhalang oleh pemirsa atau aktivitas lainnya. Jarak juga berpengaruh pada pencahayaan dan ketepatan fokus
  3. Gunakan shutter speed priority, (mode S atau Tv)  tujuannya agar diperoleh kecepatan yang cukup untuk mencegah motion blur akibat gerakan penampil. Idealnya, diperlukan speed 1/40 s atau lebih cepat. Usahakan untuk memperoleh speed ini dengan menggunakan bukaan terlebar dan naikkan ISO secukupnya,  Pemilihan speed yang tepat juga bisa menampilkan gerakan (motion blur) di  panggung.
  4. Metering centre weighted, disebabkan biasanya lokasi di sekitar penampil utama memperoleh penerangan lebih kuat sedangkan lokasi lain cenderung gelap. Average atau matrix metering akan beresiko over-exposed pada penampil utama sedangkan spot metering justru akan menyebabkan bagian lain panggung terlalu gelap (under-exposed)
  5. Jangan menggunakan flash, karena penggunaan flash mungkin mengganggu konsentrasi penampil dan mengurangi suasana pencahayaan panggung yang sesungguhnya (ambience). Penggunaan flash juga beresiko interferensi dengan flash lain sehingga foto menjadi gelap. Lebih baik menggunakan ISO tinggi (800 , atau lebih)  untuk memperoleh foto yang lebih mendekati kenyataan.
  6. Custom White Balance, pencahayaan panggung yang berubah-ubah sering mengacaukan fungsi AWB, oleh karena itu sebaiknya gunakan Custom White Balance dengan menggunakan Grey Card atau lakukan setting Kelvin WB pada 2900-3600 K.
  7. Manual fokus, diperlukan jika lensa tidak dilengkapi USM atau SSM yang memungkinkan respon cepat. Penampil yang selalu bergerak dan pencahayaan yang tidak merata sering menyulitkan reaksi lensa sehingga banyak momen terlewat.
  8. Potret sebanyak-banyaknya,  merupakan kiat untuk memperoleh lebih banyak potensi momen terbaik. Manfaatkan waktu Anda untuk memperoleh lebih banyak foto & jangan habiskan untuk me-review (monkeying). Review singkat diperlukan untuk memperoleh setting yang tepat, selain itu gunakan untuk memotret.
Apabila memungkinkan, potretlah penampil saat bersiap naik ke panggung atau saat istirahat. Pada situasi di luar panggung, ada lebih banyak kesempatan memperoleh foto yang tajam dengan ekspresi yang menarik.

Karena ketidaksesuaian lensa, pemotretan penampilan di panggung malam itu hasilnya kurang memuaskan, untunglah ada kesempatan untuk memotret Mas Idris saat ngobrol makan malam. Yang lebih menarik, obrolan dengan Mas Idris & keluarga malam itu memberikan saya banyak hal untuk direnungkan & dipraktekkan. Berbagai topik mengenai perjalanan hidup, sikap bersyukur & optimis, serta nasionalisme disampaikan secara ringan oleh Mas Idris.

Karena blog ini khusus mengenai fotografi, silakan klik link berikut untuk membaca lebih lanjut obrolan dengan mas Idris:
 Belajar Tentang Hidup Bersama Idris Sardi

Jumat, 11 Februari 2011

Photographer's Notes - Shot List

Ini sebetulnya sebagian dari percakapan saya dengan fotografer senior Aryono Huboyo Djati (AHD) di Mall Ambassador beberapa bulan lalu. Baru terpikir untuk menuliskannya ketika seorang teman mengeluh selalu ketinggalan momen sewaktu hunting Street Photography.

Masalahnya adalah, teman tersaebut tidak mengantisipasi, momen apa yang mungkin dia temui dalam suatu lokasi di waktu tertentu. Akibatnya, dia gagal mengantisipasi setiap momen karena masih berkutat dengan setting kamera saat sesuatu terjadi. Dia juga tidak sempat berinteraksi untuk mengkondisikan subyek agar cocok dengan konsep. Fotografi adalah sebuah proses. sebagaimana semua profesi yang lain, seorang fotografer tidak dapat mengandalkan kebetulan tetapi harus berusaha untuk mendapatkan momen yang terbaik dengan properti yang tersedia. Itulah perlunya memiliki Photographer's Notes atau Shot List.

Photographer Notes atau Shot List adalah sebuah catatan yang berisi konsep atau sketsa kondisi yang bisa ditemui dalam sebuah proses hunting atau sesi foto. Dalam catatan ini fotografer - berdasarkan pengalaman atau eksplorasinya - sudah memperkirakan momen apa saja yang dapat terjadi dengan memperhitungkan kondisi lokasi, cuaca, dan berbagai faktor lainnya. Sebagai seorang fotografer yang banyak berkarya dalam kategori human interest, AHD beberapa kali menyebutkan bahwa human interest ataupun street photography tidaklah sama dengan candid

AHD waktu itu memberi contoh:
Lokasi pemotretan: Jembatan Penyeberangan
Waktu: Siang hari menjelang sore
Dari data tersebut, maka dibuat pemetaan yang lebih spesifik untuk dieksplorasi, misalnya:
(1) Bagian mana dari jembatan yang akan dimanfaatkan: tiangnya, tangganya, di atas jembatan dsb
(2) Siapa subyek yang dapat ditemui: anak-anak, gadis remaja, nenek tua, dsb
(3) Sedang apa subyek saat itu: berjalan, menunggu, berjualan, dsb
(4) Faktor highlight & bayangan
(5) dsb

Tambahan dari AHD setelah membaca artikel ini, tentang pentingnya konsep:
 "konsistensi terhadap tema yg mau difoto, semisal di jembatan penyeberangan banyak yg bagus utk direkam,... dalam prakteknya kita kudu targetin semisal 'kaki2 penyeberang',... kalo toh nantinya diantara kaki2 ada pengemis tertidur,... anggap saja bonus dari variant kaki2 dimaksud"

(dikirim via Facebook, matur nuwun sanget untuk tambahan ilmunya) 

AHD juga memberikan link sebagai bahan bacaan tambahan: Lihat Sekitar & Lebih Sensitif

Dari contoh tersebut, kita dapat mengembangkannya ke berbagai lokasi lain, seperti: lampu lalu lintas, taman kota, monumen, museum, dsb. Kalau perlu, kita dapat melakukan conditioning, mengkondisikan subyek agar berada di lokasi terbaik pada waktu yang paling tepat. Survei sebelum pemotretan tentu akan memberi manfaat yang besar. Seringkali seorang fotografer harus datang lagi ke suatu tempat untuk memperoleh momen yang terbaik. Dengan langkah-langkah dan persiapan yang baik, maka kita tidak perlu membuang terlalu banyak frame untuk foto-foto yang kurang memuaskan.

Catatan ini juga dapat dipelajari & dievaluasi kembali sehingga fotografer semakin terlatih & tanggap terhadap kondisi sekelilingnya. Oleh karena itu, saya setuju sekali dengan kutipan yang digunakan Frunze (seorang rekan di komunitas Alpharian) dalam signature-nya: "Fotografer sejati adalah Fotografer yang mau menghargai sebuah foto tidak hanya dari hasilnya, tetapi juga prosesnya."

Keep jepret!
Salam  :) 

Selasa, 25 Januari 2011

Macro dengan Extension Tube

Fotografi makro merupakan kategori yang menarik bagi banyak orang. Banyak alternatif untuk membuat foto makro, sebagaimana yang sudah saya tulis dalam artikel terdahulu, atau menggunakan reversed lens seperti yg dilakukan rekan saya Roi Rungkadi Ismail dan Adrianus Juniarno. Artikel & diskusi lengkap silakan di-klik ke Fotografer.Net
Reversed lens & flash diffuser by Roi Ismail
 Reversed lens by Adrianus Juniarno

Extension Tube merupakan alat tambahan yang murah & efektif untuk foto macro. Prinsip dasar alat ini adalah menjauhkan jarak lensa dari kamera, sehingga bayangan obyek paling tajam jatuh pada R3, yaitu jarak antara 2f dan tak hingga (f = focal length, jarak fokus lensa). Efeknya, image yang diterima oleh sensor adalah sama atau lebih besar daripada obyek aslinya.
Dengan prinsip seperti di atas, extension tube dapat dibuat sendiri dengan menggunakan berbagai macam tabung, di seperti pipa paralon, tutup botol hairspray, kaleng minuman ringan, dsb sepanjang diameternya cocok dengan lensa yang akan kita gunakan. Pada test kali ini, saya menggunakan lensa M42 dengan extension tube yang saya beli dari Mas Teguh (paijo43) di bursa Alpharian.com seharga Rp 100.000. bentuk barangnya seperti ini:
Extension tube ini terdiri dari 3 bagian, yaitu tabung 1 cm, 2 cm, dan 4 cm. Kita bisa mengkombinasikan pemakaiannya sehingga diperoleh variasi jarak antara 1 cm s.d 7 cm. Extension tube ini saya pasangkan pada lensa Helios 2/58 M44-2 seperti ini:
Lalu dipasangkan pada kamera Sony a200 seperti ini:
Hasilnya, lensa Helios M44-2 yang memiliki jarak obyek normal minimum 48 cm, dengan berbagai kombinasi dapat memotret obyek pada jarak 7 s.d 20 cm. Keuntungan dari penggunaan macro extension tube dibandingkan metode yang lain adalah:
  1. Pemasangan yang mudah
  2. Dapat dikombinasi sedemikian untuk memperoleh jarak ideal
  3. Tidak memiliki elemen optik sehingga tidak mempengaruhi kualitas lensa
Namun demikian, macro extension tube tetap memiliki kelemahan, yaitu:
  1. Focusing ring tidak bekerja, kamera harus digerakkan maju mundur untuk memperoleh hasil paling tajam
  2. F-stop turun 1-2 stop tergantung panjang tube yang digunakan
Hasil pemotretan dengan extension tube sebagai berikut:
Obyek test 
Jarak terdekat normal: 48 cm
  Sony A200 + Helios + Macro ext 1 cm
  Sony A200 + Helios + Macro ext 3 cm
Sony A200 + Helios + Macro ext 7 cm 
Selamat mencoba

Jumat, 21 Januari 2011

Lensa Manual di Body Digital

Yang dimaksud dengan lensa manual adalah lensa-lensa dari jaman kamera film (analog) yang belum memiliki fasilitas autofocus. Karena belum ada fasilitas autofocus tersebut, jadi kita harus memutar-mutar focusing ring-nya untuk memperoleh fokus yang tepat.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan lensa manual menjadi menarik, di antaranya:
  1. Unik, karena mengundang pertanyaan dari rekan-rekan kalau hunting
  2. Bokeh, beberapa memiliki ciri yang khas dan menghasilkan foto yang menarik. 
  3. Optik, kualitas & ketajamannya tidak kalah dengan lensa-lensa baru
  4.  Harga yang relatif lebih murah daripada lensa baru. 
Beberapa lensa manual memiliki bokeh yang swirly, istilah yang merujuk pada bentuk melingkar pada latar belakang yang blur sebagaimana pada contoh berikut:

Coating pada lensa manual juga dapat menghasilkan tonal warna yang khas, seperti perbandingan berikut:

Asyiknya, banyak lensa manual yang dapat dimiliki dengan harga di bawah Rp 1.000.000. Bahkan ada yang harganya di bawah Rp 500.000.

Namun demikian, adabeberapa hal yang harus diperhatikan dari lensa-lensa ini, yaitu:
  1. Adapter yangtepat, diperlukan untuk "menyambung" lensa ke body. Adapter ini juga diperlukan untuk "menipu" body karena beberapa body kamera tidak mau melepas shutter jika tidak ada lensa yang terpasang.
  2. Coating, kebanyakan masih memakai single coating atau bahkan tanpa coating, sehingga sangat rentan terhadap flare jika memotret dengan arah cahaya yang tidak tepat.
  3. Keausan mekanis, menyebabkan beberapa lensa lama ambrol bagian aperture-nya walau baru dipakai beberapa kali. Ini bisa dirasakan dari kelancaran saat memutar focusing ring dan aperture ring.
  4. Kerjasama tangan & mata harus baik untuk menjamin diperolehnya gambar yang tajam. 
 Alhamdulillah, saya dapat "warisan" adapter M42 to Sony Alpha dari AHD. Adapter dengan chip AF confirm ini sangat membantu dalam pemotretan karena ada bunyi "beep" yang muncul saat obyek masuk ke fokus. Untuk latihan, saya dapat pinjaman Carl Zeiss Pancolar 50 mm f/1.8 dari kang Irfan Tachrir. Belakangan, saya dapat Helios M44-2 dengan jarak fokus 58 mm dan bukaan maksimal f/2 yang saya beli dari Kang Saeful di Bogor.

Ini foto lensa Helio M44-2 yang terpasang di body Sony Alpha A-200:
 Mau tau le bih banyak soal lensa manual dan community-nya? Silakan klik Lensa-Manual.Net

Minggu, 09 Januari 2011

Prosumer Superzoom Masih Tetap Menarik

Walaupun kamera DSLR semakin terjangkau dan banyak inovasi dari kamera tanpa cermin yang ringkas, tetapi produk prosumer superzoom tetap menarik minat para pehobi fotografi. Dari catatan di blog ini saja, tanggapan untuk artikel Kamera Superzoom 2 Jutaan masih terus muncul. Saya, dengan berbagai pertimbangan, terpaksa mengabaikan beberapa pertanyaan yang pada dasarnya sudah pernah ditanyakan.
Paling tidak, ada 5 keunggulan dari kamera prosumer superzoom ini:
1. Range fokus lensa yang lebar, cocok dipakai di berbagai kesempatan
2. Bentuk yang ringkas
3. Bobot yang ringan
4. Keleluasaan setting (P, A, S, M dan Scene program)
5.  Harga yang terjangkau
Sudah tentu tiada gading yang tak retak, semua produk mempunyai kelemahan. Sensor yang kecil akan memberi keterbatasan dalam kondisi cahaya yang kurang (lowlight) dan penggunaan ISO tinggi. Namun jika Anda penyuka fotografi makro, kamera prosumer superzoom ini sangat menguntungkan, silakan lihat artikel Close Up Macro Photography dan beberapa artikel tentang macro lainnya.

Perkembangan teknologi dan munculnya produk-produk baru membuat pilihan yang tertulis dalam artikel sebelumnya menjadi out-of-date . Jika Anda bermaksud membeli prosumer superzoom saat tulisan ini dibuat, beberapa pilihan di kisaran harga Rp 2.000.000 yang dapat dipertimbangkan adalah:
- Canon SX130 IS atau SX210IS
- Casio exilim EX-H5
- Fujifilm S1600, S1800, S1900, S2500, S2550, S2800
- Nikon L110, P8000, P9100
- Olympus SP600UZ
- Panasonic Lumix TZ7, FZ28
- Sony H55

Mungkin masih ada yang lain belum tertulis, tapi saya yakin alternatif pilihan yang sudah disebut di atas itu cukup membingungkan Anda untuk memilih salah satu yang paling cocok ...hehehe ...
Penekanannya, pilih yang paling cocok.  Kenapa bukan yang terbaik?
Karena yang terbaik mungkin tidak tersedia di lokasi Anda. mungkin pula harganya tak terjangkau, dsb. Salah satu yang perlu dipertimbangkan adalah pilih kamera yang bergaransi resmi dan service point-nya mudah dijangkau dari lokasi Anda. Ini akan memudahkan Anda jika ada kesulitan atau masalah pada unit yang Anda beli.