Rabu, 14 Maret 2012

MIRRORLESS – Keluarga Baru Kamera Digital




Para penggemar fotografi akhir-akhir ini memiliki semakin banyak pilihan gear. Jika sebelumnya, telah ada 3 kategori kamera digital, yaitu:
  1.  Kamera kompak / poket: kamera dengan sensor kecil , lensa yang telah menyatu dalam satu system dan kemampuan setting terbatas
  2. Kamera DSLR: kamera dengan sensor besar, keleluasaan setting, dan pilihan berbagai ukuran lensa sesuai kebutuhn (interchangeable lens)
  3. Kamera prosumer: kamera kompak dengan lensa super-zoom dan keleluasaan setting yang hamper setara DSLR (baca blog: Kamera Prosumer )

Sejak tahun 2008, dunia kamera digital dimeriahkan dengan keluarga baru yang dikenal dengan sebutan mirrorless camera. Keluarga ini memiliki system dan cara kerja yang mirip dengan sebuah DSLR, lengkap dengan kemampuan untuk berganti lensa (interchangeable lens) kecuali pada satu komponen, yaitu tidak adanya reflective mirror yang memantulkan cahaya dari lensa ke viewfinder.
Hilangnya komponen mirror menyebabkan tidak adanya optical viewfinder (digantikan oleh electronic viewfinder) dan memungkinkan body kamera menjadi lebih tipis daripada DSLR. Hasilnya adalah kamera-kamera dengan body seukuran kamera kompak (poket) dengan “mata” yang besar. Populasi kamera yang ditandai dengan munculnya Olympus PEN ini telah menjadi semakin padat dengan produk-produk:
  1. Olympus PEN series PEN-EPM1
  2. Panasonic G series GX1
  3. Samasung NX series NX200
  4. Sony NEX series NEX7
  5. Ricoh GX series GXR-A12
  6. Pentax Q series Q
  7. Nikon 1 series V1


Faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan saat memilih kamera mirrorless ini?

(1)    Desain dan interface
Kamera-kamera mirrorless pada umumnya memiliki desain yang kompak dengan sedikit variasi pada dimensi body-nya, namun memiliki berbagai variasi pada tombol-tombol yang berfungsi sebagai interface antara kamera dan user.
Olympus PEN dan Panasonic G merupakan 2 seri yang memiliki cukup banyak tombol interface  (terasa lebih mirip DSLR) sedangkan Sony NEX mengandalkan internal menu dan touchscreen (terasa seperti kamera kompak) .

(2)    Ukuran sensor
Ukuran sensor kamera mirrorless pada umumnya lebih besar daripada yang dipakai pada kamera kompak, namun pada umumnya lebih kecil daripada DSLR. Ini akan berpengaruh pada kemampuannya memotret dalam kondisi lowlight (high ISO). Kamera-kamera dengan sensor yang lebih besar memiliki kemampuan yang lebih baik untuk menekan noise pada kondisi lowlight.
Berdasarkan urutan ukuran sensornya Sony NEX, Ricoh GX dan Samsung NX memiliki sensor besar  dengan ukuran APS-C, disusul Olympus PEN dan Panasonic G dengan sensor 4/3, diikuti oleh Nikon 1 dengan sensor CX dan ditutup oleh Pentax Q dengan ukuran sensor 1/2.3” (setara poket dan prosumer)

(3)    Pilihan setting
Kamera-kamera mirrorless memiliki pilihan setting yang setara dengan DSLR entry level hingga enthusiast, dengan bonus berbagai macam art-filter dan olah digital on-board.

(4)    Fitur
Beberapa seri Olympus PEN dan Panasonic G memiliki image stabilizer. Rata-rata kamera mirrorless sudah dilengkapi dengan face-detection. Nikon 1 memiliki kemampuan autofocus dengan phase-detect maupun contrast-detect.

(5)    Pilihan lensa
Olympus PEN sebagai pelopor keluarga ini memiliki pilihan lensa paling banyak karena dapat menggunakan lensa-lensa dengan mount 4/3 yang digunakan oleh keluarga DSLR Olympus E. Dengan sendirinya, lensa-lensa tersebut dapat digunakan pula oleh Panasonic G. Kamera-kamera mirrorless lainnya mengandalkan berbagai macam lens adapter untuk dapat menggunakan berbagai lensa. Kombinasi lensa manual jadul dengan body mirrorless dapat diakomodasi dengan menggunakan adapter M42.

(6)    Aksesoris
Aksesoris tambahan pada kamera mirrorless tidaklah sebanyak pada kamera DSLR. Aksesoris yang bias ditambahkan di antaranya adalah flash, GPS, electronic viewfinder. Beberapa jenis kamera mirrorless tidak menyediakan port untuk aksesoris tambahan.

Kombinasi dari dimensi yang kompak, setting yang leluasa, dan kebebasan memilih lensa terdengar sebagai ramuan ideal bagi para fotografer. Apakah ini berarti bahwa era DSLR telah berakhir?
Untuk saat ini, jawabannya adalah “tidak” … atau mungkin “belum”. Setidaknya ada 2 faktor yang masih menjadi penghalang bagi kamera mirrorless, yaitu:

  1. Ukuran sensor yang – pada umumnya – kecil, sehingga foto yang dihasilkan pada kondisi lowlight (high ISO) masih kalah dari DSLR
  2. Keterbatasan fitur dan aksesoris yang masih belum selengkap DSLR


Di samping berbagai keterbatasan lain dalam hal performance dan fitur. Namun demikian, kamera-kamera mirrorless  ini juga mamiliki kelebihan yang akan sangat menguntungkan jika dimanfaatkan dengan tepat sebagaimana pengalaman kawan saya yang ditulis dalam catatan di http://www.blibli.com/camera-promo/review.html

Selanjutnya …. Terserah Anda :-D

Bacaan lebih lanjut:
http://www.digitalcamera-hq.com/search/mirrorless

Jumat, 16 Desember 2011

Tutorial Lighting

Fotografi berarti "menggambar dengan cahaya". Dan itu artinya bahwa esensi dari fotografi adalah memahami faktor pencahayaan dan efeknya pada foto yang dihasilkan. Keseimbangan antara highlight dan shadow merupakan salah satu efek yang timbul dari pengaturan pencahayaan.
Secara prinsip, terdapat 2 cara pencahayaan pada fotografi:
(1) Available lighting (ambient)
adalah pemotretan dengan memanfaatkan cahaya yang tersedia, baik natural light maupun room light,
 


(2) Artificial lighting
adalah pemotretan dengan menggunakan sumber cahaya yang sengaja ditambahkan seperti penggunaan flash, strobist, studio light, dan alat-alat pendukung lainnya.

Saya baru saja menemukan sebuah situs menarik yang memberikan penjelasan mengenai tips & teknik lighting ini, silakan klik:
Tutorial Lighting Photography
Selamat belajar & praktek :-)

Minggu, 11 Desember 2011

Menentukan Shutter Speed

Pemilihan shutter speed akan menentukan hasil & efek yang muncul pada foto. Beberapaefek yang dapat muncul dari pemilihan shutter speed di antaranya:

(1) Freezing
Adalah efek yang menyebabkan obyek bergerak tampak tajam dan seakan-akan "membeku" dalam foto. Efek ini diperoleh dengan menggunakan shutter speed tinggi pada obyek yang bergerak, misalnya pada foto burung berikut ini:


(foto dari http://aaronwarias.wordpress.com/
Efek ini juga bisa digunakan untuk foto olahraga atau foto anak seperti foto berikut:

Untuk melakukan freezing, shutter speed harus diset cukup tinggi agar dapat mengimbangi atau melampaui kecepatan gerak obyek. Shutter speed yang disarankan biasanya 1/500 s atau lebih cepat.

(2)  Panning
Adalah efek yang menyebabkan obyek tampak jelas dengan latar belakang blur. Foto ini diperoleh dengan menggunakan shutter speed sedang sampai lambat (1/100 s atau lebih lambat) dan menggerakkan kamera searah dengan gerakan obyek.
Contoh foto sebagai berikut:




(3) Motion blur
Adalah efek yang timbul karena gerakan ebagian obyek dalam foto. Efek ini diperoleh dengan menggunakan shutter speed sedang sampai lambat (1/100 s atau lebih lambat) dan mengunci fokus pada satu obyek diam.
Contoh fotonya sebagai berikut:


(4) Trace of light
Adalah efek yang ditimbulkan akibat penggunaan shutter speed lambat (1 s atau lebih lambat) sehingga meninggalkan jejak gerakan cahaya pada foto. Contohnya seperti pada foto berikut:

Kreativitas footografer akan dapat menghasilkan lebih banyak lagi efek-efek menarik dari pemilihan shutter speed.

ketepatan pemilihan shutterspeed juga akan mempengaruhi ketajaman gambar. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan shutter speed di antaranya:
(1) Gerakan obyek
Shutter speed harus dapat mengimbangi atau melebihi kecepatan gerak obyek agar diperoleh foto obyek yang tajam
(2) Jarak fokus lensa
Untuk menjamin ketajaman gambar, sebaiknya digunakan shutter speed minimal 1.5x jarak fokus lensa. Jadi jika menggunakan lensa 50 mm, sebaiknya gunakan shutter speed lebih cepat daripada 1/75 s. Lensa 300 mm sebaiknya menggunakan shutter speed 1/450 s atau lebih cepat ,,, dan seterusnya
(3) Batas kestabilan pribadi
Setiap fotografer sebaiknya mengenali seberapa stabil pegangannya pada kamera. Dengan lensa standar 50 mm, beberapa fotografer dapat memperoleh foto yg tajam pada speed 1/30 s. Jika menggunakan kecepatan lebih lambat dari itu, sebaiknya gunakan alat bantu seperti monopod atau tripod.

Silakan dipraktekkan :-)







Sabtu, 01 Oktober 2011

Sunset - Capturing the Golden Moment

Suasana menjelang matahari terbenam dengan nuansa jingga dan langit yang berwarna-warni selalu menarik untuk diabadikan. Akan tetapi cukup banyak rekan yang mengeluhkan kesulitan dalam menangkap momen tersebut.

Untuk membantu rekan-rekan, saya menulis 4 tips yang dapat dipraktekkan untuk mengabadikan sunset. Setting yang benar-benar pas untuk setiap kesempatan mungkin berbeda, jadi Anda harus temukan sendiri, tetapi saya harap tahap-tahap untuk menentukannya bisa membantu Anda.

SUNSET 01 - Menemukan setting yang tepat


Pada foto yang pertama ini, sasarannya adalah menangkap nuansa jingga yang muncul menjelang matahari terbenam. Yang perlu dilakukan adalah menentukan setting speed & aperture yang tepat. Untuk memperoleh perkiraan setting, saya pakai:


  • mode A, f/16, ISO 100, metering SPOT.
  • metering pada titik terang di bawah matahari
  • review gambar yang diperoleh
  • pindahkan mode dari A ke M dan lakukan penyesuaian speed

Pada setting seperti ini, biasanya diperoleh matahari bulat jingga dengan obyek di latar depan berupa siluet.

SUNSET 02 - Siluet di Latar Depan
Setelah memperoleh setting yang terbaik untuk mengabdikan matahari yang sedang terbenam, pertahankan setting tersebut dengan menggunakan mode M. Setelah itu, carilah obyek yang menarik di latar depan sehingga foto tampil lebih menarik. Misalkan pada foto bangau berikut ini


SUNSET 03 - Menggunakan Fill In Flash

Jika ingin menampilkan obyek di latar depan, harus ada cahaya tambahan untuk mengimbangi cahaya yang kuat di latar belakang. Penggunaan flash menjadi solusi alternatif agar obyek di latar depan muncul.
Yang perlu diperhatikan adalah maximum sync speed (shutter speed tertinggi yang bisa dicapai saat flash menyala). Ini akan menjadi salah satu pembatasan pada setting dan harus dikompensasi dengan pengaturan ISO atau aperture.
Contoh hasilnya saya bandingkan 2 foto berikut:

Pada foto atas, flash tidak digunakan sehingga teman saya hanya muncul sebagai siluet. Dengan menggunakan flash pada mode M dan diset slow sync, diperoleh hasil sebagaimana foto sebelah bawah.

SUNSET 04 - HDR
Jika ingin menampilkan banyak obyek di latar depan pada daerah yang luas, HDR menjadi alternatif untuk memuunculkan lebih banyak warna. Untuk melakukan ini, shutter harus dipasang ke mode BRACKETING dengan step +-0.5 atau +-0.7
Sebaiknya gunakan tripod dan timer agar pada saat pemotretan kamera tidak bergerak. Selanjutnya 3 foto yang diperoleh digabungkan dengan software HDR atau bisa juga dengan Photoshop
Hasilnya kira-kira seperti ini:


walau bagaimana pun, diperlukan banyak praktek & eksperimen untuk memperoleh hasil terbaik. Silakan mencoba.

Selasa, 20 September 2011

Fill-In Flash - Tetap Penting di Siang Hari

Beberapa rekan berpikir bahwa "flash tidak diperlukan untuk foto outdoor siang hari"
Contoh yang berikut ini akan menunjukkan manfaat penggunaan flash pada foto outdoor di siang hari.

Kiri: tanpa flash --- kanan: fill in flash (on)


Latar belakang yang sebagian adalah langit yang masih terang menyebabkan metering dengan mode "Multi Segment" atau "Centre Weighted" dan menghasilkan foto subyek dengan wajah yang gelap seperti dalam foto sebelah kiri. Sebaliknya metering dengan mode "Spot" akan menghasilkan wajah yang cukup terang dengan latar belakang yang pudar akibat over exposure.
Foto sebelah kanan dimbil dengan memaksa Flash menyala dengan teknik fill-in (flash diset pada kondisi On). Flash internal kamera sudah cukup untuk melakukan ini pada jarak subyek maksimal 2,5 meter. Jika jarak subyek lebih dari itu, sebaiknya gunakan flash external.

Jumat, 22 Juli 2011

Teknik - Metering

kamera-kamera digital saat ini memiliki beberapa macam mode metering. Namun ternyata banyak yang belum memahami, apa efek yang dihasilkan dari perbedaan mode metering tersebut. Atau bahkan lebih parah lagi, belum mengetahui apa fungsi dan makna dari metering.

Metering adalah  fungsi yang dimiliki kamera digital untuk menentukan exposure setting berdasarkan intensitas cahaya yang sampai ke sensor. Pada dasarnya ada 3 besaran yang menentukan dalam exposure settung, yaitu:
  1. Shutter speed
  2. Aperture
  3. ISO
Setting mana yang disetel oleh kamera ditentukan oleh exposure mode yang dipilih oleh fotografer. Misalnya:
  1. Mode AUTO: semua setting ditentukan oleh kamera
  2. Mode Program (P): ISO ditentukan oleh fotografer, kamera menghitung shutter speed & aperture
  3. Mode Speed Priority (S atau Tv): ISO & shutter speed ditentukan fotografer, kamera menentukan lebar aperture
  4. Mode Aperture Priority (A atau Av): ISO & bukaan aperture ditentukan oleh fotografer, kamera menentukan shutter speed
  5. Mode Manual (M): semua setting telah dilakukan oleh fotografer, metering kamera hanya memberikan notifikasi saja namuntidak akan mengubah setting apapun.
 Pemilihan mode metering akan memperngaruhi hasil setting yang dilakukan oleh kamera. Pada kondisi pemotretan dengan cahaya yang merata dan obyek yang full colour, pemilihan mode metering tidak memberikan perbedaan hasil yang signifikan. Akan tetapi pada obyek yang kontras, permilihan mode yang tepat akan memberi hasil yang berbeda. Paling tidak ada 3 mode metering yang umum ditemui, yaitu:
  1. Multi segment: pada mode ini, kamera melakukan exposure setting berdasarkan intensitas cahaya rata-ratadari seluruh bagian frame (95-100% area frame). Mode multi segment ini mirip dengan mode matrix dan average.
  2. Centre weighted: pada mode ini, kamera melakukan exposure setting berdasarkan intensitas cahaya yang datang dari sebagian besar frame dengan memberi bobot lebih besar pada intensitas cahaya di bagian tengah (50-75% area frame). Mode ini disebut juga partial metering.
  3. Spot pada mode ini, kamera hanya memperhitungkan intensitas cahaya yang datang dari bagian tengah frame (5-15% area frame)

Untuk jelasnya, berikut ini adalah gambaran area yang diperhitungkan dalam metering.
  1. Kotak merah adalah batas area yang diperhatikan dalam mode multi segment ' matrix / average
  2. Kotak biru adalah batas area yang diperhitungkan dalam mode Centre Weighted
  3. Kotak jingga (oranye) di tengah adalah batas area yang diperhitungkan dalam mode Spot

Agar lebih jelas, saya aplikasikan area di atas pada obyek dan latar belakang yang kontras. Pada pemotretan ini saya menggunakan mode Aperture Priority (A) dengan ISO 800 dan f/5.6 sehingga perbedaan hasil metering akan tampak pada shutter speed.

1. Obyek GELAP dengan latar belakang TERANG

Pada obyek di atas, mode Spot akan mengukur area dengan warna hitam. Karena itu kamera akan menaikkan exposure sehingga diperoleh shutter speed 1/2 s. Akibatnya, latar belakang yang terang menjadi over exposure dengan hasil seperti ini:
Jika mode metering diubah ke Centre weighted, sebagian besar area dalam kotak biru adalah warna gelap, akan tetapi kamera memperhitungkan juga warna terang di latar belakang, sehingga shutter speed naik menjadi 1/5 s

Pada saat menggunakan mode Multi Segment, seluruh luasan latar belakang ikut diperhitungkan, sehingga diperoleh shutter speed yang lebih cepat lagi, yaitu 1/8 s dengan hasil sebagai berikut:
Perubahan setting shutter speed tersebut menunjukkan perbedaan detil yang jelas di latar belakang dan pada tutup lensa. Semakin luas area yang diperhitungkan, semakin cepat shutter speed yang dipilih.
Efek yang berlawanan muncul pada obyek terang pada latar belakang gelap.


2. Obyek TERANG dengan latar belakang GELAP
Pemotretan dengan mode Spot menghasilkan pengukuran pada bidang yang dominan putih, sehingga diperoleh shutter speed  1/6 s
Dengan mode Centre Weighted, sebagian besar area berwarna gelap, akan tetapi obyek di tengah yang berwarna terang mendapat porsi perhitungan lebih besar, sehingga shutter speed hanya turun sedikit menjadi 1/4 s.

Pada saat menggunakan mode Multi Segment, kamera menangkap banyak area gelap, akibatnya shutter speed jadi lambat, diperoleh hasil 1/2 s yang menyebabkan sedikit over esposed seperti berikut:
Mode mana yang Anda pilih bergantung pada seberapa luas & seberapa banyak detil yang hendak ditampilkan.serta seberapa jauh kontras antara obyek dengan latar belakangnya.

Sabtu, 21 Mei 2011

Perspektif dan Komposisi

Catatan ini dibuat setelah memperhatikan 2 buah foto yang diambil pada kesempatan yang sama dengan obyek yang juga sama. Foto tersebut adalah:
1. Foto oleh Irfan A.Tachrir:

2. Foto jepretanku sendiri:
Saat saya melihat foto yang diupload kang Irfan di halaman facebook-nya, saya enasaran karena foto itu tampak lebih menarik daripada foto yang saya punya. Awalnya, perbedaan yang paling jelas adalah pada tonal warnanya. Karena penasaran, saya mencoba mengolah sedikit foto yang saya punya agar lebih mendekati tonal warna pada foto Kang Irfan. hasilnya seperti ini:
Dengan tonal yang berdekatan, tampak jelas adanya perbedaan lain yaitu perbedaan komposisi yang dihasilkan dari perbedaan perspektif. Kag Irfan mengambil foto tersebut dari posisi berdiri (lebih tinggi dari model), sehingga lengkungan rel kereta tampak utuh tak terputus dan membentuk frame di sekitar model. Sedangkan saya mengambil foto tersebut dari posisi jongkok, sejajr dengan model yang mengakibatkan terputusnya lengkungan rel kereta karena tertutup oleh badan model.
Kesimpulan: foto Kang Irfan tampil lebih menarik bukan saja karena pilihan tonal warnanya, tetapi karena berhasil menempatkan elemen-elemen dalam foto untuk tampil saling mendukung. Jadi dalam setiap kesempatan pemotretan, eksplorasi berbagai macam angle agar diperoleh hasil yang maksimal.