Minggu, 20 Februari 2011

Stage Photography

Hari senin, 14 Februari 2011, saya berkesempatan menyaksikan penampilan live  permainan biola Idris sardi di Ballroom Hotel basko, Padang. Saat itu saya hanya membawa lensa all round Tamron 18-200 mm f/3.5-6.3 yang sebetulnya kurang cocok untuk  stage photography atau foto panggung. Pemotretan seperti ini memiliki tingkat kesulitan tersendiri, antara lain karena
  • Cahaya yang tidak merata
  • Penyanyi, penari, atau pemain yang selalu bergerak
  • Jarak yang jauh antara fotografer dan panggung
  • Waktu yang terbatas

Idealnya, untuk melakukan pemotretan seperti ini digunakan:lensa dengan jarak fokus cukup panjang (135 mm atau lebih) dan aperture lebar (f/2.8, f/2 atau lebih besar lagi). Fitur image stabilizer dan sejenisnya akan sangat membantu.

Beberapa hal yang perlu dilakukan jika hendak melakukan pemotretan penampilan di panggung:
  1. Datang lebih awal, tujuannya untuk melakukan survei lokasi & memperoleh tempat terbaik untuk memotret. selama pertunjukan, mungkin Anda tidak dapat berpindah tempat karena penuh, jadi pastikan untuk memproleh tempat terbaik sejak awal.
  2. Sedekat mungkin dengan panggung, tujuannya agar pemotretan tidak terhalang oleh pemirsa atau aktivitas lainnya. Jarak juga berpengaruh pada pencahayaan dan ketepatan fokus
  3. Gunakan shutter speed priority, (mode S atau Tv)  tujuannya agar diperoleh kecepatan yang cukup untuk mencegah motion blur akibat gerakan penampil. Idealnya, diperlukan speed 1/40 s atau lebih cepat. Usahakan untuk memperoleh speed ini dengan menggunakan bukaan terlebar dan naikkan ISO secukupnya,  Pemilihan speed yang tepat juga bisa menampilkan gerakan (motion blur) di  panggung.
  4. Metering centre weighted, disebabkan biasanya lokasi di sekitar penampil utama memperoleh penerangan lebih kuat sedangkan lokasi lain cenderung gelap. Average atau matrix metering akan beresiko over-exposed pada penampil utama sedangkan spot metering justru akan menyebabkan bagian lain panggung terlalu gelap (under-exposed)
  5. Jangan menggunakan flash, karena penggunaan flash mungkin mengganggu konsentrasi penampil dan mengurangi suasana pencahayaan panggung yang sesungguhnya (ambience). Penggunaan flash juga beresiko interferensi dengan flash lain sehingga foto menjadi gelap. Lebih baik menggunakan ISO tinggi (800 , atau lebih)  untuk memperoleh foto yang lebih mendekati kenyataan.
  6. Custom White Balance, pencahayaan panggung yang berubah-ubah sering mengacaukan fungsi AWB, oleh karena itu sebaiknya gunakan Custom White Balance dengan menggunakan Grey Card atau lakukan setting Kelvin WB pada 2900-3600 K.
  7. Manual fokus, diperlukan jika lensa tidak dilengkapi USM atau SSM yang memungkinkan respon cepat. Penampil yang selalu bergerak dan pencahayaan yang tidak merata sering menyulitkan reaksi lensa sehingga banyak momen terlewat.
  8. Potret sebanyak-banyaknya,  merupakan kiat untuk memperoleh lebih banyak potensi momen terbaik. Manfaatkan waktu Anda untuk memperoleh lebih banyak foto & jangan habiskan untuk me-review (monkeying). Review singkat diperlukan untuk memperoleh setting yang tepat, selain itu gunakan untuk memotret.
Apabila memungkinkan, potretlah penampil saat bersiap naik ke panggung atau saat istirahat. Pada situasi di luar panggung, ada lebih banyak kesempatan memperoleh foto yang tajam dengan ekspresi yang menarik.

Karena ketidaksesuaian lensa, pemotretan penampilan di panggung malam itu hasilnya kurang memuaskan, untunglah ada kesempatan untuk memotret Mas Idris saat ngobrol makan malam. Yang lebih menarik, obrolan dengan Mas Idris & keluarga malam itu memberikan saya banyak hal untuk direnungkan & dipraktekkan. Berbagai topik mengenai perjalanan hidup, sikap bersyukur & optimis, serta nasionalisme disampaikan secara ringan oleh Mas Idris.

Karena blog ini khusus mengenai fotografi, silakan klik link berikut untuk membaca lebih lanjut obrolan dengan mas Idris:
 Belajar Tentang Hidup Bersama Idris Sardi

Jumat, 11 Februari 2011

Photographer's Notes - Shot List

Ini sebetulnya sebagian dari percakapan saya dengan fotografer senior Aryono Huboyo Djati (AHD) di Mall Ambassador beberapa bulan lalu. Baru terpikir untuk menuliskannya ketika seorang teman mengeluh selalu ketinggalan momen sewaktu hunting Street Photography.

Masalahnya adalah, teman tersaebut tidak mengantisipasi, momen apa yang mungkin dia temui dalam suatu lokasi di waktu tertentu. Akibatnya, dia gagal mengantisipasi setiap momen karena masih berkutat dengan setting kamera saat sesuatu terjadi. Dia juga tidak sempat berinteraksi untuk mengkondisikan subyek agar cocok dengan konsep. Fotografi adalah sebuah proses. sebagaimana semua profesi yang lain, seorang fotografer tidak dapat mengandalkan kebetulan tetapi harus berusaha untuk mendapatkan momen yang terbaik dengan properti yang tersedia. Itulah perlunya memiliki Photographer's Notes atau Shot List.

Photographer Notes atau Shot List adalah sebuah catatan yang berisi konsep atau sketsa kondisi yang bisa ditemui dalam sebuah proses hunting atau sesi foto. Dalam catatan ini fotografer - berdasarkan pengalaman atau eksplorasinya - sudah memperkirakan momen apa saja yang dapat terjadi dengan memperhitungkan kondisi lokasi, cuaca, dan berbagai faktor lainnya. Sebagai seorang fotografer yang banyak berkarya dalam kategori human interest, AHD beberapa kali menyebutkan bahwa human interest ataupun street photography tidaklah sama dengan candid

AHD waktu itu memberi contoh:
Lokasi pemotretan: Jembatan Penyeberangan
Waktu: Siang hari menjelang sore
Dari data tersebut, maka dibuat pemetaan yang lebih spesifik untuk dieksplorasi, misalnya:
(1) Bagian mana dari jembatan yang akan dimanfaatkan: tiangnya, tangganya, di atas jembatan dsb
(2) Siapa subyek yang dapat ditemui: anak-anak, gadis remaja, nenek tua, dsb
(3) Sedang apa subyek saat itu: berjalan, menunggu, berjualan, dsb
(4) Faktor highlight & bayangan
(5) dsb

Tambahan dari AHD setelah membaca artikel ini, tentang pentingnya konsep:
 "konsistensi terhadap tema yg mau difoto, semisal di jembatan penyeberangan banyak yg bagus utk direkam,... dalam prakteknya kita kudu targetin semisal 'kaki2 penyeberang',... kalo toh nantinya diantara kaki2 ada pengemis tertidur,... anggap saja bonus dari variant kaki2 dimaksud"

(dikirim via Facebook, matur nuwun sanget untuk tambahan ilmunya) 

AHD juga memberikan link sebagai bahan bacaan tambahan: Lihat Sekitar & Lebih Sensitif

Dari contoh tersebut, kita dapat mengembangkannya ke berbagai lokasi lain, seperti: lampu lalu lintas, taman kota, monumen, museum, dsb. Kalau perlu, kita dapat melakukan conditioning, mengkondisikan subyek agar berada di lokasi terbaik pada waktu yang paling tepat. Survei sebelum pemotretan tentu akan memberi manfaat yang besar. Seringkali seorang fotografer harus datang lagi ke suatu tempat untuk memperoleh momen yang terbaik. Dengan langkah-langkah dan persiapan yang baik, maka kita tidak perlu membuang terlalu banyak frame untuk foto-foto yang kurang memuaskan.

Catatan ini juga dapat dipelajari & dievaluasi kembali sehingga fotografer semakin terlatih & tanggap terhadap kondisi sekelilingnya. Oleh karena itu, saya setuju sekali dengan kutipan yang digunakan Frunze (seorang rekan di komunitas Alpharian) dalam signature-nya: "Fotografer sejati adalah Fotografer yang mau menghargai sebuah foto tidak hanya dari hasilnya, tetapi juga prosesnya."

Keep jepret!
Salam  :)