Sabtu, 22 Mei 2010

Catatan Workshop Fotografi - Antara Analog dan Digital

Berikut adalah hasil workshop fotografi bersama Makarios Soekojo yang memberikan pemahaman sangat mendasar mengenai fotografi, yaitu hubungan antara cahaya, foto, dan teknologi

Fotografi – Analog dan Digital
Fotografi digital memiliki perbedaan mendasar dengan fotografi pada masa film analog. Beberapa perbedaan adalah:
  1. Kamera analog berfungsi untuk menangkap cahaya & melakukan proses kimia untuk menghasilkan gambarm sedangkan kamera digital memiliki fungsi utama menangkap data cahaya
  2. Hasil yang diperoleh dari kamera & film analog merupakan hasil setengah jadi, proses cuci cetak hanya berperan sekitar 20% saja, sedangkan pada foto digital, proses olah digital memegang peran hingga 80% dari data yang dihasilkan kamera
  3. Proses kimia pada film analog memungkinkan munculnya warna-warna yang sebelumnya tidak tampak oleh mata, sedangkan proses digital sebenarnya justru mereduksi warna yang dapat dilihat oleh mata
  4. Kamera dan film analog tidak sensitif terhadap arah datangnya cahaya, namun sensor pada kamera digital hanya bekerja maksimum pada cahaya yang jatuh tegak lurus, akibatnya akan timbul vignette pada bagian tepi gambar, terutama pada kamera full-frame.
  5. Kamera dan film analog sensitif terhadap cahaya ultraviolet, penggunaan filter UV sangat mempengaruhi hasil, sedangkan sensor kamera digital pada dasarnya tidak sensitif terhadap UV, Penggunaan filter UV hanya utk proteksi dan dalam banyak kasus justru merusak kualitas hasil

Perbedaan teknologi digital dan analog menyebabkan munculnya proses kerja antara fotografer masa lalu dengan fotografer masa kini. Pada masa analog, dituntut pemahaman terhadap setting kamera, imajinasi & pengalaman fotografer. Fotografi digital memberi kemudahan pada banyak orang, sekaligus menuntut pemahaman terhadap proses olah digital untuk menghasilkan foto terbaik.

Fotografi dan Pencahayaan
Modal dasar untuk menghasilkan sebuah foto yang bagus adalah cahaya yang juga bagus. Ungkapan yang saya ingat dari workshop ini adalah “memproses sampah hanya akan menghasilkan sampah”, maksudnya jika data awal yang ditangkap oleh kamera tidak bagus, maka proses digital tidak akan pernah memberikan hasil yang bagus. Proses digital hanya dapat memperbaiki data yang bagus, tetapi tidak dapat mengubah data yang jelek menjadi hasil yang bagus.
Beberapa tips untuk menghasilkan foto yang baik:
  1. Kualitas optik yang unggul
    Perangkat optik kamera merupakan modal utama untuk mengumpulkan data cahaya, oleh karena itu selalu usahakan menggunakan lensa terbaik yang sesuai dengan kebutuhan.
  2. Sistem & teknologi
    Ada banyak sistem yang ditawarkan dan berbagai teknologi yang memudahkan untuk melakukan pemotretan. Manfaatkan sistem & teknologi ini semaksimal mungkin. Tidak perlu malu menggunakan fitur auto.
  3. Setting white balance
    Setting WB yang direkomendasikan adalah Daylight dan Auto saja, tujuannya agar data cahaya diterima apa adanya, Penggunaan setting WB yang lain akan mengubah data dasar sehingga tidak dapat lagi dikembalikan ke asalnya.
  4. Setting ISO
    Sebaiknya gunakan ISO terendah yang disediakan oleh kamera. ISO yang lebih tinggi sebenarnya merupakan hasil proses digital dari data yang tidak lengkap sehingga pasti berpengaruh pada kualitas hasil
  5. Waktu pemotretan
    Cahaya yang terbaik adalah cahaya yang memiliki intensitas tinggi. Semakin terang semakin baik. Oleh karena itu pemotretan hendaknya dilaksanakan pada jam kantor (08.30 – 16.00)


“Tidak ada penghematan dalam fotografi”, begitulah kesimpulan dari workshop ini. Artinya, kita tidak dapat berkompromi dalam hal kualitas. Alat dengan kemampuan terbaik dan kualitas tertinggi akan memberi potensi yang terbaik untuk menghasilkan foto yang bagus.

Senin, 17 Mei 2010

Catatan Workshop Fotografi - Tentang Copyright

Beberapa catatan ke depan akan berisi share hasil workshop fotografi bersama Mas Makarios Soekojo dan Arbain Rambey selama 3 hari. Catatan kali ini mengenai kepemilikan foto (copyright)oleh Mas Arbain Rambey.
Pada prinsipnya, kepemilikan (copyright) dari sebuah foto dipegang oleh pihak yang memungkinkan foto tersebut dibuat. Prinsip ini sekilas tampak sederhana, tetapi dalam aplikasinya bisa muncul berbagai kasus. Contohnya:
  1. Yang menekan shutter belum tentu menjadi pemegang copyright
    Contoh dari kasus “menekan shutter tetapi bukan pemilik copyright”:
    • Foto portrait atau produk yg settingnya sudah diatur oleh seorang fotografer, kemudian pemotretan dilakukan oleh asistennya.
    • Foto binatang langka yang diperoleh dgn cara focus trap
    • Teknik lain yang memungkinkan shutter bekerja otomatis
    Untuk setiap kasus di atas, copyright merupakan hak dari fotografer yang melakukan pengaturan setting.
  2. Kepemilikan bersama
    Ada 2 contoh yang diberikan oleh Mas Arbain tentang kasus ini, yaitu:
    • Wartawan foto yang ditugaskan dan dibiayai oleh sebuah kantor berita, copyright dari foto-foto yang dihasilkannya adalah milik bersama sang wartawan & kantor berita yang menugaskannya
    • Foto yang sulit ditentukan pemiliknya. Kasus ini terjadi pada sebuah foto perang yang memenangkan Pulitzer. Foto tersebut dibuat dengan kamera film oleh salah satu dari 2 orang wartawan foto. Kondisi yang ada tidak memungkinkan untuk memberi label pada film-film hasil pemotretan sehingga tidak dapat ditentukan, siapa sesungguhnya yang membuat foto tersebut. Copyright dan hadiah Pulitzer atas foto itu dimiliki bersama oleh kedua wartawan
    • Pool. Kasus ini terjadi pada event-event khusus yang membatasi jumlah wartawan/ peliput, misalnya pemilu atau sidang khusus. Karena hanya 1 wartawan foto & 1 wartawan televisi yang diijinkan meliput, maka foto-foto yang diperoleh dimiliki bersama oleh semua wartawan yanghadir saat itu walaupun tidak diijinkan masuk.
  3. Proyek
    Foto-foto yang dibuat berdasarkan order atau untuk kepentingan pihak tertentu menjadi milik dari pihak pemberi order. Termasuk di dalamnya adalah foto untuk iklan, foto wedding dan foto-foto lain atas dasar yang sama.


  4. Pemotretan & pencetakan
    Sebuah foto yang sudah ditampilkan setidaknya telah melalui 2 proses, yaitu proses penangkapan (capturing) dan pencetakan (printing). Penggunaan media digital berarti peranan proses pengolahan hingga 80% dan memungkinkan pihak pencetak memiliki salinan foto hi-res sehingga dapat menghasilkan tampilan yang lebih baik dari foto asalnya. Walaupun demikian, copyright atas foto tersebut tetap milik fotografer dan bukan pencetak.

Tips untuk melindungi foto dan copyright Anda:
  1. Uploading selektif, sebaiknya memuat foto dengan resolusi sisi terpanjang 700 pixel atau kurang untuk menghindari penggunaan foto oleh pihak lain tanpa ijin.
  2. Jika ada yang berminat membeli foto Anda, simpan foto hi-res hingga pembayaran diterima
  3. Teliti dan hati-hati, simpan foto-foto hi-res tanpa perubahan di tempat yang tidak dapat diakses pihak lain tanpa izin.