Minggu, 31 Januari 2010

Tips - Memaksimalkan Kamera Poket

Ken Rockwell: "Your camera doesn't matter"

Masih banyak teman & pengunjung blog ini yang merasa 'kurang pede' karena yang digunakannya hanya kamera poket. Jadi saya buat catatan ini dengan mengutippernyataan Ken Rockwell di atas: "Tidak ada masalah, apapun jenis kamera yang Anda pakai"
Anda berhak & bisa membuat foto yang bagus jika Anda mengerti apa yang ada pada kamera dan bagaimana memaksimalkannya. Secara singkat, ini yang harus Anda perhatikan:


  1. Gunakan ISO rendah
    Sebaiknya gunakan ISo 100 atau 200. Batas maksimalnya adalah ISo 400. Di atas itu noise-nya naudzubillah
  2. Matikan digital zoom
    Jika memang diperlukan resizing untuk mendapat gambar yang lebih besar, hasil resizing di Photoshop akan lebih bagus
  3. Gunakan program scene yang sesuai
    Mungkin tidak tersedia Priority atau manual Setting di kamera Anda, jadi sesuaikan saja Program Scene-nya. Silakan melihat penjelasannya dalam catatan Program Scene
  4. Sesuaikan White Balance dengan cahaya yang tersedia
    White balance yang tidak tepat akan menghasilkan tonal warna yang tidak sesuai dan kadang aneh. Silakan melihat catatan tentang White Balance untuk penjelasan lebih lanjut
  5. Gunakan mode macro pada obyek dekat
    Mode ini ditandai dengan gambar bunga, biasanya memiliki tombol khusus, jadi manfaatkan saja. tanpa mode ini, obyek jarak dekat (kurang dari 50 cm) akan tampil blur
  6. Pastikan obyek mendapat cahaya yang cukup
    Peran cahaya sangat penting karena Anda memakai ISO rendah. Jadi dapatkan cahaya seterang mungkin, jika perlu gunakan flash atau mini studio box
  7. Potret sebanyak-banyaknya dan jangan ragu bertanya
Semoga bermanfaat

Rabu, 27 Januari 2010

Kamera - Contoh Foto


Catatan singkat saja, karena banyak yang nanya pada saya, bisa ato enggak melihat contoh foto dari kamera yang mau dibeli. Misalnya ada yang bingung milih antara Canon SX120 atau Fujifilm S1500, lalu ingin membandingkan hasil antara keduanya.
Sebetulnya sih, gak perlu sampai begitu, karena kualitas masing-masing hampir sama. Tapi kalau memang mau membandingkan, silakan lihat ke link http://www.dpreview.com/gallery Photo Sample Gallery dan cari tipe kamera yang diinginkan.
Semoga bermanfaat.

Minggu, 24 Januari 2010

Aksesoris - Mini Studio Box

Ini aksesoris yang penting dan mungkin berguna untuk mereka yang menyukai:
  1. Foto produk berukuran kecil, termasuk food photography
  2. Still life
  3. Makro
Bentuknya adalah sebuah kotak berukuran 30 x 30 x 30 cm3, dengan dinding warna putih kekuningan yang bersifat tembus cahaya, tujuannya agar obyek di dalam studio box itu dapat terkena sinar yang rata.
Untuk memperjelas, saya copy-paste gambar-gambar dari: http://strobist.blogspot.com/2006/07/how-to-diy-10-macro-photo-studio.html


Ada yang menawarkan satu set mini studio box ini dengan harga Rp 675.000 (sudah termasuk lampunya), silakan ditengok di sini:
http://bursa.fotografer.net/detilBarang.php?id=43129

Tapi kalau mau Anda bisa membuatnya sendiri, dengan biaya kurang dari Rp 100.000 (tidak termasuk lampu penerangannya), bahan dan alat yang diperlukan berupa:
  1. Kardus
  2. Kain putih, kertas kalkir atau kertas minyak
  3. Penggaris logam
  4. Cutter
  5. Lem (cari yang bening, Alteco atau Uhu)
  6. Selotip (jika diperlukan)
Untuk membuatnya, langkah-langkahnya sebagai berikut:
  1. Pilih kardus yang ukurannya cukup besar, panjang sisi minimum 20 cm, maksimum 40 cm.
  2. Potong sisi-sisi kardus sedemikian hingga dinding kardus bagian atas dan samping kiri-kanan bisa diganti dengan kain putih tipis, kertas kalkir atau kertas minyak yang bersifat tembus cahaya & meratakan (diffuser)
  3. Lapisi dinding belakang dan bawah kardus dengan kain atau karton putih yang bersifat memantulkan cahaya (reflektor)


Dalam penggunaannya, obyek yang akan difoto diletakkan di dalam kardus. Yang perlu diperhatikan adalah:
  1. Sebagai sumber cahaya, dapat digunakan lampu baca
  2. Untuk memastikan cahaya merata, sebaiknya digunakan 2 lampu dari kedua sisi, atau 1 lampu dari atas
  3. Sesuaikan setelan White Balance dengan sumber cahaya:
  • Jika lampu yang digunakan adalah lampu pijar, gunakan WB Incandescent atau 4000K
  • Jika lampu yang digunakan adalah neon, TL atau SL, gunakan WB tungsten atau fluorescent, atau 4500K
Semoga bermanfaat

Kamis, 21 Januari 2010

Aksesoris - Filter

Salah satu aksesoris standar yang biasanya dibeli setelah membeli kamera adalah filter UV. Filter ini biasanya dibiarkan selalu terpasang pada lensa. Tujuannya - selain untuk menyaring sinar ultraviolet agar warna menjadi lebih cerah – adalah untuk melindungi lensa dari benturan atau goresan. Dasar pemikirannya, kalau karena sesuatu hal bagian depan kamera terbentur, maka yang tergores atau terkena benturan adalah filternya. Kalaupun harus diganti, harga filter lebih murah daripada lensa – kira-kira begitu.

Pada masa kejayaan kamera analog yang menggunakan media film seluloid, filter warna-warni merupakan aksesoris penting untuk memberikan efek artistik pada foto. Pada masa itu, sebuah foto tidak dapat diubah lagi setelah shutter ditutup. Saat ini, melalui proses olah digital kita dapat mengubah kecerahan, pencahayaan, bahkan warna sekalipun. Beberapa kamera – misalnya Olympus E-620 dan Pentax K-X – bahkan menyediakan pilihan ‘digital filter’, yaitu proses dalam kamera yang menghasilkan gambar dengan tonal seperti penggunaan filter tertentu.

Jadi, masihkan kita memerlukan filter?

Ternyata masih, berikut ini adalah filter-filter yang biasa digunakan dalam pemotretan. Foto-foto filter di halaman ini merupakan foto yang diperoleh dari: http://www.tutorial9.net/photography/filters-and-photography/

Filter UV


UV adalah singkatan dari Ultra Violet, cahaya yang memiliki frekuensi lebih tinggi daripada cahaya ungu, tetapi sebetulnya tidak tertangkap oleh mata manusia. Media film sangat sensitif terhadap jenis cahaya ini, efeknya pada foto adalah warna yang pudar seperti berkabut.

Sensor pada kamera digital tidak terlalu sensitif terhadap cahaya UV seperti film, namun walaupun sedikit, penggunaan filter UV akan meningkatkan kontras warna dari foto yang dihasilkan. Fungsi yang lebih dominan dari filter UV – sebagaimana yang tersebut di awal artikel ini – adalah untuk melindungi lensa dari goresan dan benturan. Jadi jika Anda tidak menggunakan filter lain, biarkan saja filter UV ini terpasang di lensa.

Filter ND


ND adalah singkatan dari Neutral Density. Filter ini berwarna abu-abu dengan berbagai tingkat kepekatan. Filter ND-2 lebih terang daripada ND-8..Filter ini berguna untuk meredam intensitas cahaya yang sampai ke sensor sehingga pemotretan dapat menggunakan aperture yang lebih besar atau waktu pencahayaan yang lebih lama. Jika hendak melakukan pemotretan slow speed pada siang hari, filter ND merupakan perlengkapan wajib.

Filter GND

Filter Graduated ND merupakan filter ND dengan kepekatan yang berubah secara bertahap seperti gradasi dari gelap ke terang. Filter ini sangat berguna untuk pemotretan landscape pada siang hari yang cerah.

Pada saat digunakan, bagian yang lebih pekat dipasang di atas, fungsinya untuk meredam cahaya dari langit dan mempertahankan cahaya dari daratan sehingga diperoleh foto dengan pencahayaan merata dengan langit biru.

Filter Polarizer


Polarizer berguna untuk meredam pantulan cahaya dari permukaan non metal, sangat berguna untuk pemotretan menembus kaca, misalnya memotret ikan dalam akuarium atau benda bersejarah di museum.

Filter ini juga meningkatkan kontras dan saturasi warna, sekaligus meredam hamburan cahaya. Efeknya tampak paling jelas jika digunakan memotret langit cerah dengan gumpalan awan putih. Anda bisa memperoleh foto langit dengan warna biru pekat, namun warna awan tetap putih. Efek dari polarizer sangat berpengaruh pada foto dan tidak bisa diperoleh melalui proses digital, jadi filter ini merupakan kelengkapan yang sangat bermanfaat.

Ada 2 macam polarizer:

  1. Polarizer linear, dengan arah garis lurus
  2. Polarizer sirkular (Pol Cir atau CPL) yang memaliki arah garis melingkar. Polarizer ini bisa diatur kepekatannya dengan memutar ring depannya.

Filter Macro atau Close Up


Filter Makro berfungsi untuk mengubah jarak fokus sehingga memungkinkan untuk melakukan pemotretan obyek dengan jarak sangat dekat. Filter ini berfungsi seperti kaca pembesar (lup). Namun demikian, penggunaan filter makro akan membawa efek, di antaranya:

  1. Pencahayaan turun 1-2 stop
  2. Ketajaman berkurang
  3. DoF lebih sempit




Filter IR


IR adalah singkatan dari Infra Red atau Infra merah, cahaya yang memiliki frekuensi lebih rendah daripada cahaya merah. Apabila filter UV nersifat menahan cahaya UV dan meneruskan cahaya lain, filter IR justru meneruskan hanya cahaya Infra Merah dan menahan spektrum cahaya yang lain. Pada dasarnya, sensor kamera dirancang untuk tidak sensitif terhadap cahaya IR, oleh karena itu penggunaan filter IR menyebabkan perlunya pencahayaan dalam waktu lama (shutter speed lambat).

Pada kamera digital, akan lebih mudah melakukan pemotretan IR jika menggunakan kamera yang dimodifikasi khusus untuk itu.


Filter Artistik atau Warna


Filter warna memberikan nuansa warna yang biasanya dihubungkan dengan mood tertentu, misalnya warna biru memberikan kesan dingin, sedangkan warna orange akan memberi kesan hangat. Filter kuning akan meningkatkan kontras pada warna langit & awan. Namun saat ini, nuansa warna tersebut dapat ditambahkan melalui proses olah digital sehingga filter warna sudah jarang digunakan.

Tips – Memotret dengan Kamera Handphone (2)

Setting untuk memperoleh hasil terbaik

Setelah Anda mengenali fitur-fitur yang ada pada kamera handphone akan lebih banyak kemungkinan untuk memperoleh fhasil yang bagus. Berikut adalah beberapa tips:

  1. Gunakan resolusi tertinggi

Biasanya kamera handphone memiliki resolusi yang lebih rendah daripada kamera digital. Sebaliknya, kompresi gambar pada kamera handphone lebih ketat daripada kamera digital. Oleh karena itu, untuk memperoleh detil yang bagus dari foto yang Anda ambil, selalu gunakan resolusi tertinggi. Konsekuensi dari pilihan ini adalah memory akan habis lebih cepat, jadi sering-seringlah mendownload foto dari handphone Anda.


  1. Gunakan ISO rendah

Penggunaan auto-ISO akan memungkinkan handphone memilih ISO tinggi. Efek dari ISO tinggi adalah banyaknya noise pada foto yang dihasilkan. Ini akan merusak detil dankualitas gambar secara keseluruhan, jadi pastikan Anda memakai ISO rendah saat memotret.

Hasil foto dengan mode portrait

  1. Sesuaikan arah datangnya cahaya

Kamera handphone tidakmemiliki metering sebaik kamera digital. Kekuatan flash pada kamera handphone jugaterbatas, jadi sebaiknya Anda yang menyesuaikan dengan arah datang cahaya. Cari lokasi yang memunginkan obyek memperoleh pencahayaan dari samping. Jangan sekali-sekali menentang arah datangnya cahaya (backlit), kecuali jika Anda memang bermaksud membuat foto siluet (silhouette)

  1. Sesuaikan scene mode

Karena tidak ada fasilitas pengaturan speed & apeture, maka maksimalkan scene program untuk hasil terbaik:

Ø Close up, untuk pemotretan obyek yang jaraknya kurang dari 60 cm

Ø Portrait, untuk pemotretan obyek tunggal atau terpusat pada jarak normal. Mode ini menggunakan aperture terbesar yang bisa dicapai oleh kamera handphone.

Ø Sport, untuk pemotretan pada obyek bergerak. Anda bisa menggunakan mode ini untuk ‘memaksa’ kamera menggunakan shutter speed tinggi.

Ø Landscape, untuk pemotretan dengan obyek yang jaraknya lebih dari 200 cm. Mode ini akan menggunakan aperture terkecil & shutter speed lebih lambat.

Ø Night scene jarang saya gunakan karena mode ini akan memilih ISO tinggi yang menyebabkan timbulnya noise. Saya lebih suka menggunakan portrait & timer untuk foto malam.

Hasil foto dengan mode close-up

  1. Jarak obyek 60-200 cm

Kamera handphone menggunakan sensor kecil dengan jarak lensa ke sensor yang pendek, jadi lensa kamera ini pun memiliki jarak fokus pendek. Efeknya, DoF akan lebar. Jarak maksimum ketajaman sesungguhnya (hiperfocaI) hanya 200 cm (2 m). Jadi untuk obyek-obyek yang memerlukan pemotretan detil sebaiknya tempatkan pada jarak 60 – 200 cm.

  1. Usahakan meredam shake

Karena kamera handphone sudah kita set untuk memotret pada ISO rendah, dengan sendirinya kamera akan cenderung menggunakan shutter speed lambat yang berkonsekuensi rawan goncangan. Untuk meredam getaran, beberapa cara bisa dilakukan:

Ø Letakkan kamera handphone di tempat yang kokoh

Ø Gunakan fasilitas timer

ISO rendah & shutter lambat memerlukan timer

  1. Jangan terburu-buru

Ini yang paling penting. Kamera handphone biasanya memiliki respon lebih lambat dari kamera digital, jadi JANGAN TERBURU-BURU. Bahkan ketika jari Anda menekan tombol shutter, sebaiknya jangan buru-buru diangkat karena dapat menyebabkan shake yang menimbulkan blur.

Semoga bermanfaat.

Selasa, 19 Januari 2010

Tips – Memotret dengan Kamera Handphone (1)

Kenali handphone Anda lebih detil


Kamera kelihatannya sudah merupakan kelengkapan standar untuk handphone jaman sekarang. Karena handphone sudah menjadi gadget yang wajib dibawa kapan saja, ketersediaan kamera pada handphone juga menjadi alat yang hampir selalu ada bersama kita. Problemnya, banyak yang mengeluhkan kualitas foto yang dihasilkan oleh kamera handphone,
Benarkah kamera handphone tidak bisa menghasilkan foto yang bagus? Ini contoh yang dihasilkan dari HP saya:

Kamera handphone memang tidak memiliki fitur selengkap kamera digital. Untuk memeperoleh potret yang bagus dari kamera handphone, kita harus lebih mengenal fitur & karakter kamera di handphone yang kita gunakan. Namun demikian, kamera handphone masa kini lebih dari sekedar jepret. Ada cukup banyak fitur yang bisa bermanfaat. Sudahkah Anda mengetahui fitur apa saja yang ada pada kamera handphone Anda?
Cobalah untuk mendalami fitur-fitur yang tersedia di kamera handphone Anda. Ini hasil pengamatan di handphone yang saya gunakan:
Nokia N95 yang saya gunakan ternyata memiliki fitur yang cukup banyak. Ini yang saya peroleh:

  1. Mode rekaman:
    (1) kamera
    (2) video

  2. Mode pemotretan (scene Programs)
    (1) Auto
    (2) Close up
    (3) Portrait
    (4) Landscape
    (5) Sport
    (6) Night mode
    (7) Night portrait

  3. Mode pencahayaan (Flash Mode)
    (1) Auto
    (2) On
    (3) Red eye
    (4) Off

  4. Hasil foto dengan mode landscape

  5. Pewaktu (Timer)
    (1) 2 second
    (2) 2 second
    (3) 10 second
    (4) 20 second

  6. Pemotretan berurutan (Sequence Mode)
    (1) Single
    (2) Burst
    (3) 10 second
    (4) 30 second
    (5) 1 minutes
    (6) 10 minutes
    (7) 20 minutes
    (8) 30 minutes

  7. Tonal warna (Color Tone)
    (1) Normal
    (2) Vivid
    (3) Sephia
    (4) Black & White
    (5) Negative

  8. Jendela pengamat (Viewfinder)
    (1) Normal
    (2) Show Grid

  9. Kompensasi paparan (Exposure Compensation)
    -2 s.d +2, 0.5 EV step

  10. Penyeimbang warna (White Balance)
    (1) Auto
    (2) Sunny
    (3) Cloudy
    (4) Incandescent
    (5) Fluorescent

  11. Ketajaman (Sharpness)
    (1) Hard
    (2) Normal
    (3) Soft

  12. Kontras (Contrast): slider

  13. Kepekaan (ISO)
    (1) High
    (2) Medium
    (3) Low


Kamera di N95 ini juga dilengkapi dengan autofokus & digital zoom. Ketika saya lihat fitur pada LG KG300 yang dipakai istri, ternyata fiturnya juga cukup banyak, walaupun tidak ada autofokus & flash. Artinya, kita bisa bereksperimen cukup kreatif dengan pilihan yang tersedia.
Nah, silakan lihat fitur apa saja yangtersedia di kamera Anda, pada tulisan selanjutnya kita akan membahas tips pemotretan dengan kamera handphone secara lebih detil.

Minggu, 17 Januari 2010

Tips – Landscape Photography

Ternyata blog ini belum memuat tips untuk pemotretan landscape. Itu barusaya sadari setelah chatting dengan Mas Rizky. Thanks untuk idenya, ya.
Pemandangan landscape merupakan salah satu yang kita kenal sejak kecil. Masih ingat kan, jaman sekolah di SD dulu kita sering menggambar gunung, sawah, rumah & jalan? Itu contoh landscape 
Supaya gak terlalu panjang, kita langsung ke sasaran. Berikut ini adalah tips untuk pemotretan landscape:

  1. Lokasi. Pilihan lokasi merupakan hal paling penting dalam pemotretan landscape. Apa yang ingin Anda dapat? Perkotaan atau pedesaan? Lalu lintas yang macet atau kedamaian alam? Jika lokasi itu cukup jauh dari tempat tinggal Anda, pertimbangkan lamanya perjalanan yang harus ditempuh agar Anda tidak melewatkan waktu terbaik untuk pemotretan landscape.


  2. Timing. Foto landscape sebaiknya dibuat pada pagi atau senja hari ketika cahaya matahari jatuh miring. Selain menguntungkan karena intensitas dan sudut datang cahayanya, pada pagi dan senja hari kontras antara langit & bumi tidak teralu besar. Foto pada pagi & sore juga memungkinkan munculnya lebih banyak nuansa warna di langit

  3. Setting Gunakan ISO rendah untuk memeproleh detil yang terbaik. Apabila kamera Anda memungkinkan pengaturan manual, pilihlah mode A atau M dengan bukaan apertura kecil, mungkin f/11 atau f/16 atau bukaan terkecil yang dimungkinkan oleh kamera Anda agar keseluruhan ruang dalam frame tertangkap dengan tajam. Jika Anda menggunakan kamera poket, pastikan kamera pada mode Landscape

  4. Gunakan tripod. Penggunaan aperture kecil pada pagi atau senja hari berarti penggunaan shutter speed yang lebih lambat. Untuk mengurangi resiko getaran (shake) atau untuk memperoleh beberapa exposure yang sama sebagai bahan pengolahan HDR, sebaiknya Anda menggunakan tripod.

  5. Fokus Foto landscape menghendaki agar seluruh obyek dalam frame tampil tajam. Untuk mencapai hal ini, jika Anda menggunakan lensa dengan pengaturan manual, pasanglah fokus lensa pada hyperfocal. Jika menggunakan kamera digital tanpa mode manual, fokuskan pada 1/3 frame untuk memperoleh ketajaman maksimal pada seluruh jarak dalam frame

  6. Lensa Untuk memperoleh cakupan yang luas, sebaiknya menggunakan lensa wide. Jika andapengguna lensa vario atau kamera poket, gunakan posisi paling wide


  7. Angledan Perspective Manfaatkan pola-pola garis, barisan pepohonan, sawah dam berbagai komponen lainnya sebagai daya tarik dalam frame. Selain perspektif, pemilihn angle juga menentukan. Biasanya akan lebih baik jika penempatan horison tidak tepat di tengah frame. Anda bisa mencari empat yang lebih tinggi (horison di 1/3 bawah) atau justru memotret dekat dari tanag (horison di 1/3 atas) untuk memperoleh foto yang menarik

  8. Foreground obyek Temukan obyek yang menarik untuk ditempatkan di latar depan. Obyek ini bisa berupa bebatuan, pohon, atau sejenisnya. Obyek ini berfungsi sebagai. Obyek ini berfungsi sebagai eye-cattcher yang membuat foto tampil unik

  9. Filter merupakan alat bantu yang sangat berguna dalam pemotretan landscape. Beberapa filter yang dapat digunakan:
    • Polarizer gunanya untuk mengurangi intensitas cahaya di tempat terang, menahan flare & hamburan cahaya sehingga gambar/ foto menjadi lebih kontras.

    • Gradual Neutral Density (GND) yaitu filter dengan perbedaan intensitas warna secara bertahap. Filter ini dapat dipasang dengan bagian lebih gelap di atas untuk meredam intensitas cahaya dari langit sehingga daratan tidak tapil terlalu gelap.

    • Soft focus yaitu filter yang membuat blur bagian-bagian tertentu dalam frame. Dalam banyak kesempatan penggunaan filter ini memberikan kesan magis dalam foto. Efek ini juga bisa diperoleh dengan menghembuskan napas ke lensa jika Anda memotret di daerah berhawa dingin.

  10. Cerita Sebuah foto yang bercerita lebih menarik daripada sekedar pemandangan alam. Setiap daerah memiliki kisahnya. Cobalah untuk mengetahui kisah yang menjadi legenda di suatu daerah dan temukan obyek-obyek yang berkaitan dengan kisah itu.

  11. Eksperimen Salah satu yang membuat sebuah foto menjadi bernilai adalah keunikannya. Oleh karena itu lebih sulit untuk memotret landscape di tempat terkenal yang sudah sering dikunjungi banyak orang karena sudah begitu banyak foto yang beredar. Untuk mencapai keunikan, Anda harus bereksperimen dengan mengambil banyak frame dan mencoba berbagai kemungkinan, misalnya dengan pemotretan hitam putih, slow speed, HDR, dsb

Semoga bermanfaat.

Selasa, 12 Januari 2010

Tips - ISO dan Noise

Pilih setting ISO yang terbaik


Seperti biasa, untuk eksperimen ini saya gunakan benda-benda yang ada di atas meja kerja. Kamera yang digunakan: Fujifilm S6500fd, mode A dengan setting aperture f/5. Pengaturan White Balance diset pada fluorescent, flash off, jadi hanya mengandalkan lampu ruangan tanpa penerangan tambahan. Agar dapat memperoleh gambar yang tajam, pemotretan dilakukan dengan meletakkan kamera sejajar obyek dan menggunakan auto-timer 2s.
Ukuran fisik sensor CCD di kamera ini sedikit lebih besar daripada sensor kamera digital poket, jadi masih jauh lebih kecil daripada sensor APS-C pada kamera DSLR. Hasil pemotretan pada ISO tinggi juga mirip dengan hasil kamera digital poket. Silakan diperhatikan perbedaan antara foto menggunakan ISO 100 dengan foto menggunakan ISO 3200.

Foto keseluruhan obyek, ISO 100

Foto keseluruhan obyek, ISO 3200

Bisakah Anda melihat perbedaannya?
Supaya bisa membedakannya dengan teliti, mari kita lihat secara lebih detil. Foto-foto berikut merupakan sebagian kecil dari foto di atas pada perbesaran 100% dengan setting ISO secara berurutan dari 100, 200, 400, 800, 1600, hingga 3200.

Crop 100% ISO 100

Crop 100% ISO 200

Crop 100% ISO 400

Crop 100% ISO 800

Crop 100% ISO 1600

Crop 100% ISO 3200


Dari hasil crop 100%, penggunaan ISO 100 dan 200 memberikan hasil yang jernih. ISO 400 dan 800 sudah menunjukkan adanya noise, tapi masih dapat diterima & detil gambar masih tampak dengan jelas. Noise yang tampak nyata & mengganggu jelas terlihat pada ISO 1600 dan 3200. Detil gambar juga mulai rusak (perhatikan detil pada bulu mata dan ceceran air). Foto dengan setting ISO tinggi ini rasanya tidak mungkin dicetak dengan ukuran maksimal.
Masalahnya, kamera tidak mempertimbangkan masalah noise & rusaknya detil ini jika dibiarkan untuk mengatur dirinya sendiri. sebaiknya hindari penggunaan setting Auto atau Auto ISO, terutama jika Anda memotret di dalam ruangan atau dalam kondisi cahaya yang kurang.
Bagaimana dengan foto yang dihasilkan kamera Anda? Cobalah melakukan eksperimen yang serupa sehingga Anda mengetahui batas-batas kemampuan kamera yang Anda gunakan.
Semoga bermanfaat.

Minggu, 10 Januari 2010

Teknik - Bright Daylight Exposure

Bright Daylight Exposure atau BDE adalah istilah yang digunakan untuk melakukan setting manual pencahayaan pada pemotretan di luar ruangan pada siang hari dengan matahari bersinar cerah.
Pada masa penggunaan kamera analog yang menggunakan media film dan mengandalkan setting manual, BDE merupakan standar pemotretan yang harus diketahui oleh seorang fotografer. Pada masa itu, untuk memperoleh gambar yang bisa dilihat, film harus diproses lebih dulu di ruang gelap. apabila hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan, tentunya tidak mungkin untuk melakukan pemotretan ulang karena pada saat foto selesai dicetak, momennya telah lama berlalu. Oleh karena itu, fotografer harus mengerti betul setting pencahayaan pada kamera agar hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan.
Ada 3 faktor yang dapat mengatur agar media (film ataupun sensor) memperoleh pencahayaan yang cukup saat pemotretan. Ketiga faktor itu adalah:
  1. ISO yaitu ukuran kepekaan media terhadap intensitas cahaya yang masuk. Pada masa penggunaan film, ISO ini ditentukan oleh jenis film yang digunakan, jadi fotografer tidak dapat lagi mengaturnya jika sudah memilih menggunakan film tertentu

  2. Shutter speed yaitu setting yang akan mengatur lamanya waktu terbukanya jendela cahaya

  3. Aperture yaitu setting yang akan mengatur lebar bukaan jendela cahaya

BDE digunakan sebagai patokan untuk memastikan bahwa media memperoleh pencahayaan yang cukup sehingga diperoleh foto yang cerah (bright), tajam (contrast) dan jernih (clear). Karena pada masa itu ISO ditentukan oleh jenis film, maka BDE pun harus didasarkan pada ISO. Patokannya, angka shutter speed harus sesuai dengan ISO. Jadi setting BDE memiliki alternatif sebagai berikut:
  • ISO 100, shutter speed 125, aperture f.16

  • ISO 200, shutter speed 250, aperture f.16

  • ISO 400, shutter speed 500, aperture f.16

Pada kondisi lapangan dan setting ISO yang sama, mungkin dilakukan perubahan setting shutter speed, namun harus diimbangi dengan perubahan setting aperture pada arah yang berlawanan, misalnya setting berikut memiliki tingkat pencahayaan yang sama:
  • ISO 100, shutter speed 125, aperture f.16

  • ISO 100, shutter speed 250, aperture f.11

  • ISO 100, shutter speed 500, aperture f.8

Kalau kondisi lapangan berbeda, misalnya langit mendung, pemotretan dilakukan di tempat yang dinaungi pepohonan, atau di dalam ruangan, maka fotografer harus peka untuk mengantisipasi perubahan keadaan tersebut. Pada masa lalu, untuk membantu para fotografer mengingat, setting yang dianjurkan untuk setiap perubahan keadaan dicantumkan pada kotak film. Bentuknya kira-kira seperti ini:
Klik pada tabel untuk melihat ukuran lebih besar
Pada saat ini, kemajuan teknologi digital telah sangat memudahkan fotografer untuk melakukan tugasnya. Mungkin ada di antara Anda yang suka memotret tetapi tidak pernah memperhatikan setting ISO, shutter speed dan aperture karena semuanya sudah diatur secara otomatis dalam kamera. :-)
Jadi, jika menggunakan kamera digital, apa perlunya mengetahui BDE?
yah, paling tidak kita bisa bersyukur bahwa kemajuan teknologi telah memberikan begitu banyak kemudahan untuk kita. Selain itu, siapa tau kita perlu untuk melakukan setting manual pada kondisi-kondisi yang 'tricky', BDE bisa membantu Anda.
semoga bermanfaat!

Jumat, 08 Januari 2010

Ide Bisnis - Fotografer Freelance

E-book bagus dari Dan Eitrem, silakan di-download


Untuk yang ini, saya pikir gak perlu nulis banyak-banyak.
Saya baru saja mendownload dan membaca buku "Earn $300 a week from your Digital Camera!"
Saya pikir isinya cukup bagus dan memberi ide segar untuk menghasilkan uang dari fotografi.
Jika Anda berminat untuk memilikinya, silakan kunjungi Part Time Photography atau kontak saya lewat e-mail web.fotografi@gmail.com
Yang ini GRATIS lho!
Semoga bermanfaat

Rabu, 06 Januari 2010

Teknik - Manual Fokus

Saat Auto-fokus Tidak Maksimal


Saya bukan termasuk pengikut 'manual is profesional'. Kalau ada fitur yang memudahkan kita untuk memperoleh foto yang indah, manfaatkan saja semaksimal mungkin. Pertanyaan atau pernyataan,"Mas, saya pakai kamera digital biasa, apa bisa dapat foto yang bagus?" buat saya tidak relevan. Lha yang saya pakai juga bukan DSLR kok ... hehehe ...
Jadi, jangan terhalang oleh keterbatadan kamera, karena kamera hanya alat. Para fotografer masa lalu dengan kamera analog yang perlu waktu lama untuk pencahayaan & cetak pun bisa menghasilkan foto indah, tentunya penggunaan kamera digital adalah sebuah rahmat yang sangat perlu kita syukuri dan tentunya bisa menghasilkan foto yang lebih bagus.

Oooppsss ... back to topic:
Salah satu kemudahan yang paling saya rasakan dari kamera & lensa modern adalah fasilitas autofokus. Namun tetap ada saat-saat fitur hebat ini tidak bisa digunakan atau justru menggganggu. Berikut adalah kondisi-kondisi di mana kita sebaiknya tidak menggunakan autofokus:
  1. Dalam ruang dengan cahaya kurang

    Pada kondisi cahaya kurang, kamera akan sulit menemukan fokus. Lensa mungkin bergerak maju mundur beberapa kali tanpa fokus atau emilih fokus yang salah. Untuk kondisi seperti ini, sebagai alrernatif lain dari fokus manual, biasanya saya akan mencoba menemukan sumber cahaya yang berjarak sama dengan obyek, memfokuskan kamera ke sumber cahaya itu, lalu mematikan autofokus.


  2. Obyek dengan kontras rendah

    Termasuk di dalamnya adalah obyek yang berwarna gelap, obyek dengan latar belakang terang dan obyek yang berwarna senada dengan backgrouond. Obyek seperti ini menimbulkan kesulitan pada kamera karena pantulan cahaya dari obyek tidak mencukupi untuk melakukan fokus. Sama seperti dalm ruang gelap, lakukan fokus secara manual atau carilah sumber cahaya atau obyek lain yang berwarna cerah dengan jarak yang sama untuk melakukan fokus, lalu matikan autofokus.


  3. Foto dengan teknik bracketing/ HDR

    Pemotretan HDR biasanya memerlukan 3 frame dengan kondisi setting dan pencahayaan yang sama. Autofokus mungkin melakuakn koreksi tanpa kita kehendaki, jadi sebaiknya setelah melakukan okus di awal, matikan autofokus sebelum benar-benar mengambil gambar.


  4. Landscape

    Untuk memperoleh foto landscape yang bagus dengan ketajaman merata dari latar depan hingga ke horizon, atur aperture pada bukaan sekecil mungkin & fokus ke posisi tak hingga (hiperfokal). Dalam hal ini tidak diperlukan autofokus


  5. Obyek yang bergerak cepat

    Resiko menggunakan autofokus pada obyek yang bergerak cepat - misalnya pada foto balap mobil atau sport lainnya - adalah autofokus tidak mampu mengikuti gerakan obyek. Akibatnya, shutter terlambat dibuka. Sebaiknya lakukan prefokus pada jarak yang akan dilalui obyek, lalu matikan AF sehingga shutter langsung membuka saat tombol ditekan


  6. Pemotretan dengan timer

    Pada pemotretan otomatis, jika AF dinyalakan, kamera akan mencari fokus sebelum membuka shutter. ada kemungkinan kamera justru melakukan fokus pad posisi yang salah. jadi sebaiknya, lakukan fokus sebelum mengeset timer, lalu matikan sehingga kamera langsung memotret tanpa fokusing


  7. Panning

    Sama seperti pemotretan pada obyek bergerak atau sport


  8. Pemotretan menembus kaca

    Ini merupakan kondisi tidak ideal, namun harus dilakukan saat kita memotret ikan dalam akuarium atau dari dalam pesawat terbang. Masalahnya, seringkali kamera bukan memfokus pada obyek dibalik kaca, melainkan pada bayangan di kaca atau pada benda yang menempel di kaca. Sebaiknya gunakan fokus manual pada kondisi ini, tentu akan lebih baik bila lensa dilengkapi polarizer.


  9. Binatang liar

    Untuk memotret binatang liar, usahakan untuk mendekatinya dari arah yang berlawanan dengan sumber angin dan jangan menimbulkan suara yang mencurigakan. Suara mekanis motor lensa saat melakukan autofokus termasuk dalam kategori "mencurigakan" dan ini mungkin menyebabkan binatang liar kabur saat mendengarnya. jadi sebaiknya matikan AF dan gunakan fokus manual


  10. Makro

    Pemotretan dengan mode makro menghasilkan DOF yang tipis sehingga menyulitkan pencarian fokus. Selain itu, jarak yang dekat menyebabkan intensitas pantulan cahaya berkurang dan mempersulit fokus. Jika Anda menggunakan reversed-lens, autofokus sama sekali tidak berguna. Jadi, matikan saja AF dan gunakan fokus manual


Semoga bermanfaat

Senin, 04 Januari 2010

Tips - Teknik Slow Speed

Merekam Gerak dalam Gambar Statis


Shutter speed yang terlalu rendah sering dihindari dalam foto produk atau model, karena sangat rentan terhadap goncangan dan menyebabkan obyek menjadi tidak tajam (blur). Namun dalam berbagai kesempatan lain, shutter speed rendah dapat memberikan hasil yang menarik. Salah satu contohnya adalah foto yang saya ambil di Malioboro saat libur akhir tahun lalu:

Delman yang diam di tengah jalan dengan berbagai kendaraan yang bergerak cepat di sekitarnya, mengingatkan saya bahwa moda transportasi tradisional ini masih tetap bertahan di tengah perkembangan modernisasi sarana transportasi dan tuntutan jaman yang serba cepat.
Data EXIF:
Kamera: Fujifilm Finepix S6500fd
ISO: 200
Shutter speed: 0.7 s
Aperture: f/4.4
Teknis: handheld, auto-timer 2 s

Obyek utamanya kurang tajam akibat shake karena saya tidak menemukan tempat yang tepat untuk menahan kamera, semoga masih dapat dinikmati. :-)
Untuk pembanding, ini contoh teknik slow speed pada foto model, hasil jepretan rekan  Tito Rusbagdja:
 semoga bermanfaat

Tips - HDR untuk Obyek Gelap

Kereta Kuno di Hari Cerah


Akhir tahun lalu saya bersama keluarga mengunjungi Museum Kereta Api di Ambarawa. Tiket masuknya murah meriah, Rp 3000 untuk dewasa dan Rp 2000 untuk anak-anak, jadi kami berempat hanya perlu membayar Rp 10.000 untuk masuk ke museum & melihat-lihat koleksi di dalamnya.

Ada lebih dari 25 lokomotif kereta api kuno berbahan bakar batubara yang tersimpan di sana. Dengan stasiun yang settingnya dipertahankan tetap seperti pada masa kolonial Belanda, lokasi ini sangat menarik untuk pemotretan model atau pre-wed dengan tema Colonial. Selain koleksi lokomotif, program menarik yang ditawarkan oleh Museum ini adalah kereta api wisata dengan rute pegunungan di sekitar Ambarawa. Sayang, karena kami dalam perjalanan, waktu yang ada tidak mengizinkan untuk dapat menikmati program kereta wisata tersebut.

Koleksi lokomotif kuno yang bercat warna hitam menjadi tricky ketika dipotret di siang hari dengan langit yang cerah. Penggunaan metering dengan multisegment atau centre-weighted akan menyebabkan langit menjadi over-exposed dan kehilangan warna birunya, sedangkan penggunaan average metering akan menyebabkan badan kereta menjadi terlalu gelap dan kehilangan detilnya. Untuk mengatasi problem itu, saya memotret dengan menggunakan mode bracketing, 3 exposure dengan selisih (+-) 1 EV setiap frame. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Selanjutnya, untuk mengolah ketiga frame tersebut dengan teknik HDR, sayagunakan software Dynamic-Photo HDRI dengan mode ultra contrast. Hasil akhir yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Untuk mendapatkan software Dynamic HDRI, silakan men-download di sini:
Download Dynamic-Photo HDRI
Semoga bermanfaat