Melalui pesan dari Irfan A. Tachrir, saya dapat kesempatan sangat bagus untuk belajar tentang street photography dan human interest bersama Aryono Huboyo Djati (AHD). Bukan lewat seminar atau workshop, tetapi dari praktek lapangan, ditambah berbagai pelajaran sembari duduk di tempat ngopi.
Untuk yang belum mengenal AHD, silakan klik dan ikuti link dari 2 blog berikut ini:
http://steveadinegoro.blog.friendster.com/2006/05/aryono-huboyo-djati-one-of-the-greatest-man-ive-ever-known/
http://imagetabble.blogspot.com/2010/06/photographer-between-fine-art-and.html
Bagi AHD, street photography & human interest bukanlah sekedar candid photography. Interaksi dan komunikasi dengan subyek merupakan unsur penting sehingga subyek benar-benar terlibat dengan kesadaran penuh. Subyek-subyek dalam foto AHD tampak natural, cerah dan tidak dibuat-buat, bukan karena difoto secara sembunyi-sembunyi, tetapi karena merasa aman & nyaman karena difoto oleh seseorang yang dikenalnya dengan baik. Menurut AHD, photography adalah sarana untuk mengkomunikasikan konsep secara visual, memanfaatkan simbol-simbol yang dapat ditangkap oleh pemirsanya. Plat nomor ojek motor, keranjang rotan, rumah kayu, tangga, bola, dsb menjadi sarana untuk menyampaikan ide.
Dalam foto-fotonya, manusia yang menjadi subyek bukan hanya tampak indah, tetapi juga berkarakter. Seorang pedagang plastik yang sederhana tetap dapat tampil dengan harga diri, bukan miskin dan memelas. Dengan ramah dan rendah hati, AHD mampu melakukan pendekatan ke berbagai kalangan - dari anak-anak balita hingga orang tua, pedagang minuman, tukang loak, penjahit, pedagang buah - jika Anda sudah meng-klik link yang saya beri di atas tadi dan melihat karya-karyanya, tentu akan Anda lihat bahwa para pejabat puncak negeri ini pun telah menjadi subyek fotonya. Penguasaan bahasa dan psikologi menjadi sarana pendekatan yang efektif. Selain menguasai bahasa Indonesia, Inggris & Jepang (AHD adalah S3 Biologi Kelautan dari Todai University) dan berbagai bahasa daerah, AHD juga memahami bagaimana harus memposisikan diri terhadap manusia dari berbagai suku bangsa. Ketika berbicara dengan Manulang, seorang perajin rotan di tepi jalan Pekanbaru-Rumbai, AHD mengutip sebuah do'a dalam bahasa Batak - spontan Manulang menjadi akrab dan mampu tampil menjadi model yang sangat kooperatif.
Dalam perjalanan pemotretan, AHD membawa peralatan minimalis dalam sebuah tas selempang: kamera DSLR full-frame plus lensa 10-22 mm dan 50 mm. Tambahan alat yang menarik adalah sebuah kamera panorama dengan media film. Cahaya yang dipakai adalah ambient light, memanfaatkan cahaya dalam ruangan secara maksimal. Kejelian seorang fotografer andal saya pelajari sepanjang perjalanan bermotor bersama AHD. Ada banyal "property" yang ditunjukkannya: pintu gerbang dengan tanda salib besar di sebuah sekolah dasar, bangunan yang dindingnya runtuh di pinggir jalan, sepeda onthel, tonggak-tonggak kayu dalam sebuah parit besar yang tergenang air, dsb. "Kalau ada GPS, ambil dan tandai lokasi-lokasi tadi, jadi kamu bisa kembali sewaktu-waktu jika diperlukan", katanya. Ada banyak hal yang bisa dimanfaatkan sepanjang kita jeli dan kreatif, tegasnya ;agi.
Dengan begitu banyak kemampuan dan pengalaman, tentu tak mengherankan jika salah satu fotonya dapat terjual dengan harga Rp 700jt.
Minggu, 05 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar