Walaupun lensa pengganti ini tidak sepenuhnya "digital design", tetapi saya menyukai adanya petunjuk jarak obyek yang memudahkan kita untuk melakukan focusing secara manual. Selain itu, lensa ini juga dilengkapi dengan fitur macro pada FL 80 mm, memberi hasil yang lebih menarik daripada lensa kit pada FL 70. Namun demikian, pada mode makro focusing harus dilakukan secara manual.
Tidak berselang lama, saya mendapat tawaran lensa sapujagad, yaitu Tamron 18-200 mm Di-II LD XR Aspherical Macro. Dengan memperhitungkan crop factor 1.5x. lensa ini pada dasarnya memiliki range yang seimbang dengan lensa sapujagad Sigma 28-300 mm yang pernah saya pakai bersama kamera Canon EOS 1000 FN (analog) bertahun-tahun yang lalu. Namun demikian, setelah melakukan beberapa kali tes, saya menemukan kelebihan & kekurangan dari setiap lensa yang ada.
Lensa Tamron 18-200 memang unggul dalam range sehingga praktis untuk dibawa dalam berbagai kesempatan. Tapi lensa ini bukannya tanpa kelemahan. Beberapa hal yang saya rasakan:
1. Distorsi di bagian tepi gambar pada posisi wide end (18 mm)
2. Ketajaman yang cenderung soft pada tele-end.
3. Respon yang lebih lambat
Lambatnya respon saat pencarian fokus kelihatannya disebabkan oleh berat lensa tersebut. Oleh karena itu saya tetap mempertahankan kedua lensa Minolta yang sudah saya miliki meskipun focus range-nya sudah tercover oleh si Tammy.
Lebih lengkap mengenai Tamron 18-200mm Di II LD XR Aspherical macro, silakan klik:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar